welcome to my world

Sesamar apapun, jejak kaki kita akan terus menjadi sejarah

Minggu, 25 Oktober 2009

Jihad Terbesar

Beberapa hari terakhir, perasaan saya tak menentu, campur aduk! Tak bisa dibedakan antara rasa manis, pahit, sepah, asem, asin..yang kalau dipikir jadinya kayak rasa rujak gobet! Pasti ada yang tak beres. Saya terus mencari...apa yang salah sebenarnya? Terlalu banyak hal yang kalau diingat bisa bikin napas sesak. Rasanya ada sesuatu dalam diri saya yang ingin memberontak, menagih, mengeluh dan menyalahkan.
Belakangan baru saya sadari kalau 'sesuatu' itu adalah pikiran bawah sadar saya yang bekerja secara otomatis untuk melawan pikiran sadar saya. Dan tak hanya saya, bagi tiap orang musuh terbesar adalah dirinya sendiri. Bukankah Rasulullah seusai peperangan Badr sudah mengingatkan bahwa perang yang terbesar adalah jihad an nafs.? Hati adalah medan pertempuran dan jalan terbaik untuk mengakhiri pertempuran itu adalah berdamai; yap..berdamai dengan diri sendiri.
Berdamai dengan diri sendiri artinya bersyukur. Berusaha memahami setiap keadaan yang ada, mensyukuri kekurangan, tidak menyalahkan orang lain, dan dapat menerima sesuatu yang menimpa diri kita dengan lapang. Kehidupan ini dirangkai dengan peristiwa-peristiwa yang menggelitik emosi seperti frustrasi, depresi, rasa sakit hati, sedih, bahagia dan hal-hal yang tidak dapat diramalkan. Kalau kita mampu berdamai dengan keadaan, berdamai dengan diri sendiri, maka hidup akan terasa lebih ringan.
Saya mendapat pencerahan dari sebuah situs:".. cari lebih dalam apa yang sebenarnya kamu rasakan.. di atas masalah yang kamu hadapi ada masalah di dalam hati kamu yang paling dasar yang belum terselesaikan! Dan kamu memang belum selasai .. Berdamai dengan dirimu lebih baik daripada kamu biarkan dirimu membangun dinding yang lebih kokoh untuk menutupi apa yang belum kamu selesaikan .. Semua sudah diperhitungkan .. dan kamu cukup punya hati yang besar saja untuk menerima hal terburuk sekalipun”
Kita memang tidak bisa mengatur setiap kejadian yang menimpa kita, tetapi kita bisa kondisikan bagaimana diri kita beradaptasi dengan apapun yang terjadi, kalau kita mau. Berdamai dengan diri sendiri artinya memiliki hati yang lapang, yang dipenuhi kesabaran dan kepasrahan pada Yang Kuasa. Pengendalian emosi, itulah intinya. Emosi yang terkendali menjauhkan diri dari tindakan agresif yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Tak mudah memang, tapi..Huuuphff...sekarang napas saya terasa lebih lega...

Kamis, 15 Oktober 2009

Makna Khaul Bagi Santri

Minggu 18 Oktober yang akan datang, kami punya gawe besar: mengadakan pengajian umum dalam rangka khaul guru kami, KH. Muhammad Yahya. Walau acara puncaknya masih 3 hari lagi, namun kesibukan persiapannya sudah terasa sejak beberapa hari ini. Rangkaian acara peringatan khaul ini akan diawali dengan tahlil yang dilaksanakan malam nanti.

Masih ada hubungan dengan postingan saya terdahulu, bagi kami kyai adalah seorang yang diberi authoritas dan ditempatkan pada posisi tinggi dalam struktur atau susunan sosial masyarakat, bukan saja terbatas pada masa “sugengnya” saja, tetapi pengakuan itu juga diteruskan sampai pada masa sang kyai itu berada di alam barzah. Ini ditandai oleh apa yang kita kenal dan rasakan dengan upacara khaul.

Khaul artinya peringatan ulang tahun meninggalnya seseorang yang dalam praktiknya istilah khaul itu “hanya” dipersembahkan untuk tokoh-tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakatnya dan bukan untuk warga masyarakat umum. Arti penting dari upacara-upacara khaul itu ialah : pertama, meneguhkan perasaan hormatnya santri dan masyarakat sekitarnya akan peran dari figur kyai yang bersangkutan. Pada konteks ini, terutama bagi santri-santri, menghadiri khaul kyai mereka sama artinya dengan meneguhkan silsilah atau mata rantai keilmuan. Peneguhan itu semakin kentara dalam jamaah tarekat. Arti kedua dari acara khoul adalah pertemuan alumni. Pada acara temu alumni itu, bukan saja masing-masing alumnus bisa tukar pengalaman dalam kaitannya dengan perjuangannya menyebarkan ilmu di daerahnya masing-masing tetapi juga mempererat hubungan batin antaralumni dan antara alumni dengan badal atau wakil-wakil kyai, yang umumnya adalah putra-putra kyai sendiri atau kerabat dekatnya.

Dan arti penting ketiga dari khaul adalah keteladanan. Pada setiap acara khaul kyai, sebetulnya secara tersirat mengingatkan kembali kepada figur dan prestasi yang disandangnya. Kealiman dan ketakwaan sang kyai tersebut kemudian dijadikan acuan keteladanan bagi generasi-generasi berikutnya. Semoga peringatan khaul Kyai Yahya yang diadakan rutin tiap hari Minggu terakhir bulan syawal ini menjadi momentum bagi kita untuk meneladani dan merefresh ajaran-ajaran beliau, bukan sekedar upacara simbolik yang kering makna. Amiiin...

Rabu, 14 Oktober 2009

Kyai di Mata Santri

Hubungan antara santri dengan kyai atau gurunya dapat dianalogikan seperti batang pohon dan rantingnya. Ranting itu akan bisa terus hidup, tumbuh memanjang dan akhirnya berbuah selama tak terlepas dari batangnya. Sama dengan santri, yang akan mampu mengaplikasikan dan mengembangkan potensi keilmuannya (baca: mendapat ilmu manfaat) selama dia tetap menjalin hubungan yang baik dengan lembaga tempatnya belajar serta segenap elemennya, bahkan setelah wafatnya sang guru ataupun selepasnya belajar di sana.

Jalinan ini terwujud dalam tradisi 'sowan pada kyai' yang populer di dunia pesantren. Jika memang tidak memungkinkan bersilaturrahmi -karena berbagai alasan- maka doa dianggap cukup mewakili keinginannya untuk tak terpisah dari ' Sang batang pohon'. Namun sesungguhnya, subtansi dari semua itu adalah tekat santri untuk terus mengamalkan ajaran Sang Guru, berjalan pada koridor yang telah beliau tunjukkan, dan memegang teguh norma-norma kebenaran dan adab yang didapatnya dari sang kyai, yang sebelumnya beliau dapat dari gurunya dan demikian seterusnya hingga mata rantai ajaran ini bermuara pada rasulullah saw.

Santri dikenal memiliki loyalitas yang tinggi dan ikatan emosional yang kuat terhadap Sang Guru karena mengharap keberkahan dari ilmu dan ketakwaan beliau. Hubungan antara kyai dengan santri adalah hubungan sosial yang didasarkan dan diikat oleh moralitas keagamaan (religion morality’s tied), bukan oleh upah atas jasa mendidik, atau mengajar kepada santri dalam jumlah waktu yang tidak dibatasi. Seringkali kita dengar kisah santri-santri yang sebenarnya tak begitu bersinar prestasi akademiknya, namun karena keikhlasan dan ketaatan mereka pada kyai mereka mendapat keberkahan ilmu yang sangat didamba siapapun. Kalau 1 + 1 =2 dalam logika kita, maka dengan adanya barakah hasilnya bisa berpuluh bahkan beratus kali lipat.

Hal ini dapat dimengerti, mengingat pesantren adalah lembaga edukasi yang tujuan pembelajarannya bukan hanya berorientasi pada transformasi pengetahuan dan keterampilan, namun lebih pada pembentukan karakter. Dalam proses pembentukan karakter ini figur dan prestasi sang kyai lantas menjadi sosok ideal (the ideal type) yang kemudian dijadikan acuan keteladanan bagi santri-santrinya.

Kamis, 08 Oktober 2009

Menyebalkan!

Kalau kalian bertemu dengan orang yang menyebalkan, biarkan saja. Mereka memang tercipta seperti itu, tercipta untuk membuat kita sebal! Tapi jangan terlalu cepat menjatuhkan vonis menyebalkan pada seseorang yang sikapnya 'engga bgt' di depan kita, karena bisa jadi sikap buruknya itu adalah respon balik dari sikap kita yang tak terlalu menyenangkan baginya. Singkat cerita, lihat dulu yang menyebalkan itu dia atau kita. Harus dialui, memang sebagian dari kita tercipta untuk menjadi cobaan bagi yang lainnya..hehe. Tapi kadang kalau menyebalkannya udah kelewat batas, bingung juga, mau introspeksi atau ngomel duluan??!
Yang jelas, manusia itu tercipta dengan bentuk dan karakter yang berbeda. Bertemu dengan 10 kepala artinya bertemu dengan 10 macam kepribadian. Tak ada yang sama. Cara memperlakukannya pun berbeda. Saat seseorang mendapatkan perlakuan yang tak ia harapkan dari lawan bicaranya di situlah mulai muncul kata-kata: menyebalkan!
Payahnya, seringkali mereka yang kita anggap menyebalkan kita adalah orang-orang terdekat kita. Teori sederhana saya: makin dekat kita dengan seseorang makin leluasa kita melakukan apapun yang kita mau pada mereka. Pada orang terdekat, perasaan ingin dimengerti lebih kuat daripada mencoba mengerti. Dan mereka tak kuatir kita berpaling atas apa yang mereka lakukan. Contoh sederhana saja, kita lebih banyak mengomel pada tetangga atau adik kita?
Menyebalkan memang, jika harus bertemu dengan orang-orang yang menyebalkan. Tapi disadari atau tidak, mereka yang menurut kita menyebalkan itu telah memberi warna yang berbeda dalam hidup kita. Nikmati saja, anggap bergaul dengan mereka sebagai suatu eksperimen. Bisa kta amati bagaimana respon mereka menerima macam-macam perlakuan dari kita, sampai akhirnya kita menemukan cara yang tepat untuk 'menaklukkan' mereka.Perasaan senang, sebal, sedih, sakit, sesal, haru, bangga, it's all 'bout keseimbangan. Jika diramu dengan formulasi yang sesuai akan menjadi sebuah pelajaran yang berharga untuk perjalanan selanjutnya.

Kamis, 01 Oktober 2009

Aku Berpikir Maka Aku...

Saya sejujurnya begitu terpesona dengan ucapan Descartes: “Aku berpikir maka aku ada”. Begawan matematika ini mengajak kita membuktikan eksistensi kita melalui pikiran yang kemudian diterjemahkan dalam wujud nyata, bukannya sibuk mencitrakan diri kita melalui seperangkat atribut materi yang melingkari tubuh kita. Namun, untuk saat ini saya lebih senang dengan ucapan saya sendiri: “Aku berpikir maka aku pusing!”.
Jangan berprasangka buruk dulu. Saya tidak pernah bermaksud menyia-nyiakan otak. Bukan pula saya lebih senang berbodoh-bodoh ria dengan tidak berpikir. Wah, bisa-bisa Pak Descartes bela-belain loncat dari kuburnya demi menjitak kepala saya...hiii.
Maksud saya adalah kita memang dianugrahi akal untuk berpikir, namun adakalanya rasionalitas terbentur oleh sebuah realita yang tak terjangkau akal kita. Ada saatnya berpikir, menganalisa, menentukan target dan menyusun strategi, namun ada garis batas yang tak bisa kita langgar. Garis itu adalah pemisah dari usaha dan hasil. Berusaha dengan segenap jiwa raga adalah tugas kita, sedangkan penentuan hasil adalah bagian dari takdir Allah. Kita tak bisa ikut campur terhadap hal-hal yang masuk ke ranah takdir. Di titik inilah berlaku idiom ‘aku berpikir maka aku pusing’.

Semut merah yang berbaris di dinding tentu akan menertawakan kita habis-habisan jika kita menghabiskan umur hanya untuk memikirkan hal yang bukan kewenangan kita. Apa gunanya kita memikirkan apa yang akan dilakukan Allah, sementara tugas yang seharusnya kita lakukan menjadi terbengkalai. Toh apa yang akan terjadi memang itulah yang seharusnya terjadi, dan akan tetap terjadi tak peduli kita mau atau tidak. Yang terpenting bagi kita adalah melakukan dan meminta yang terbaik kemudian mengembalikan segalanya pada Dia.

Daripada kita jadi pusiiiing!