tag:blogger.com,1999:blog-44257454275970962632024-02-19T11:25:48.799+08:00Aku AdaAku mungkin tak lebih baik daripada siapapun, namun yang terpenting setidaknya aku BERBEDA!ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.comBlogger58125tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-44932533934369379552011-11-12T08:31:00.000+08:002011-11-12T08:31:16.642+08:00Ustad Entertainment<div class="mbl notesBlogText clearfix"><div>Tiap kali tak sengaja berjumpa tayangan gosip yg menampilkan behind the scene kehidupan para ustad, Entah mengapa saya tidak bisa untuk tidak berkomentar. Komentar negatif pastinya. Dan saya hampir bisa memastikan, suami saya pasti risih mendengarnya. Mungkinkah saya iri melihat kehidupan meeka yang nyaris sempurna? ah saya rasa tidak. Ini semacam penolakan diri saya terhadap status ustad yang disandangkan pada mereka.<br />
<br />
Begini kawan...sejak kecil, gambaran ideal seorang ustad atau kyai yang ada di benak saya adalah seperti ustad/ kyai yang diperkenalkan ortu kepada saya. Mereka orang-orang yang tawadhu', berilmu tinggi, tiap lakunya mencerminkan hikmah dan kearifan, tidak menonjolkan diri, penuh keikhlasan. Meski tak bisa dipungkiri mereka memang tak sempurna, namun itu manusiawi sekali. Pada orang-orang seperti itulah ortu menitipkan saya untuk berguru. Guru-guru saya itu...berguru pada gurunya selama belasan bahkan puluhan tahun, disertai riyadhah dan ketulusan untuk mengajarkan ilmu, sehingga tak heranlah pada guru sekaliber mereka kami rela menyerahkan nyawa. Baliau-beliau juga memiliki sanad keilmuan yang jelas, hingga tak sedikitpun ragu untuk mengikuti jejek beliau.( Mungkin inilah salah satu penyebab santri tak begitu kritis)<br />
<br />
Fenomena dai muda yg kini sering saya jumpai...sungguh jauh dari bayangan ideal saya di atas. Tak dapat disangkal, cara penyampaian mereka memang menarik, hingga bisa diterima semua lapisan (kecuali saya mungkin). namun entahlah, saya tetap tak bisa menerimananya. Mematok tarif (ah, mungkin ini bukan sang ustad yg menentukan, tapi pihak menejemennya), mengobral kehidupan pribadi (bisa jadi ini bukan maunya si ustad, tapi pihak media yg memaksanya), kehidupan glamour bak selebritis (siapa tahu busana muslim karya desainer ternama yg selalu dikenakannya itu pemberian sponsor, jadi mubadzir kalo tidak dipakai) yang semuanya bertolak belakang dengan pemaknaan saya akan predikat dai.<br />
<br />
Saya tak menampik, sangat sulit menemukan dai yang seperti gambaran ideal saya di atas, namun apa yang terlihat kini menampilkan segalanya dengan terlalu vulgar. Saya bahkan tercengang ketika seorang ustad bertitah di salah satu infotainment "..yah..karena kesibukan saya yang padat di dunia <strong>entertainment</strong>..bla bla bla.." What..entertainment?? Menganggap dakwah bagian dari dunia hiburan? Semoga yang saya dengar itu salah. (ah, dia kan juga mengisi sinetron. Mungin itu yg dia maksud dunia entertainment, bukan dakwahnya). Ini makin menjadikan predikat dai yang disandangnya absurd. Mungkin hampir tiba saatny di mana dia akan menjelma menjadi salah satu pilihan profesi yang menjajikan, hingga menjamur acara pencarian bakat dai muda. Rasulullah sudah meramalkan, akan datang datang suatu masa, yang pada masa itu banyak orang lihai berceramah namun sangat jarang yang berilmu. Imam Ghazali berkomentar: Mungkin inilah masa yang dikisahkan Rasul itu, sehingga beliau dan ulama sholih semasanya saling berpesan untuk mewaspadai bahayanya, padahal beliau wafat pada tahun 505 H. Bagaimana dengan kita menyongsong tahun 1433 H ini?<br />
<br />
Ah...pagi pagi sudah menggunjing. Maafkan saya, Kawan. Penilaian ini bersumber dari kotornya hati saya. Saya terus mencari jalan tengah untuk segera menyudahi pergulatan batin saya ini, namun belum berhasil menemukan formulanya. Bagaimanapun, mereka masih jauuuh lebih baik dari saya. Bisakah kalian membantu?</div></div><form action="/ajax/ufi/modify.php" class="live_301395959879667_131325686911214 commentable_item autoexpand_mode" data-live="{"seq":0}" method="post" onsubmit="return Event.__inlineSubmit(this,event)" rel="async"><input name="charset_test" type="hidden" value="€,´,€,´,水,Д,Є" /><input autocomplete="off" name="post_form_id" type="hidden" value="5a8caa066a12dceaf1a459a9b419e19d" /><input autocomplete="off" name="fb_dtsg" type="hidden" value="AQA9wyOY" /><input autocomplete="off" name="feedback_params" type="hidden" value="{"actor":"100000332927861","target_fbid":"301395959879667","target_profile_id":"100000332927861","type_id":"14","source":"2","assoc_obj_id":"","source_app_id":"0","extra_story_params":[],"content_timestamp":"1321057669","check_hash":"33a4a01d33a269c9"}" /><span class="UIActionLinks UIActionLinks_bottom" data-ft="{"type":"20"}"></span></form><form action="/ajax/ufi/modify.php" class="live_301395959879667_131325686911214 commentable_item autoexpand_mode" data-live="{"seq":0}" method="post" onsubmit="return Event.__inlineSubmit(this,event)" rel="async"><span class="UIActionLinks UIActionLinks_bottom" data-ft="{"type":"20"}"></span></form>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-14239009590687101552011-09-10T23:35:00.000+08:002011-09-10T23:35:28.928+08:00Jangan Copas Tanpa Ijin please..Sekian waktu tak menengok rumah lama..hufft..waktunya bersih-bersih. hehe<br />
Ada beberapa coment kawan yang belum terbalas (selama beberapa bulan), dan dari life traffic terlihat sesekali masih ada beberapa kawan yg kurang beruntung tersesat ke lapak sampah ini..hehe..ah..mungkin sya terlalu berlebihan..<br />
Yang mengingatkan akan rumah lama sya ini adalah beberapa pict yg asli saya ambil dan sya unggah di my lovely blog ini, tiba-tiba bertebaran di ruang fb..sya mengenalinya, sungguh. Ada sedikit rasa sesal, mengapa mereka mengambilnya tanpa permisi..<br />
Sya tau, mereka adalah saudara seperguruan saya, karena gambar yg mereka ambil adalah potret gedung tempat kami menimba ilmu..<br />
Apakah sya pelit? Ya, sya rasa demikian. <br />
Sya baru mengerti beginilah rasanya bila karya original kita dicopas tanpa ijin, seperti yg kadang sya lakukan..:)<br />
<br />
Sya menyesal telah melakukannya..dan ke depan, sya berjanji takkan copas seenaknya tanpa seijin pemilik.ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-59440462717203375262011-02-19T10:47:00.000+08:002011-02-19T10:47:50.843+08:00Rindu Ayahku<div style="text-align: justify;">Aku rindu ayahku...Dulu aku masih bisa memeluknya tiap saat, tapi kini tak lagi bisa kulihat senyum yg tersembunyi di wajahny saat ku menciumnya. Tak bisa lagi aku menggodanya. Tak bisa ku menyuapinya dengan roti-susu tiap pagi, memapahnya keluar kamar di tengah malam buta..ahh..tak bisa lagi..</div><div style="text-align: justify;">Ayahku telah berpulang 3 pekan lalu, Kawan. Ketika menulis posting ini, kurasakan napasku tercekat ditenggorokan..mataku panas berair. Sungguh aku merindukannya, Kawan.</div><div style="text-align: justify;">Beliau org yg kuat, tapi sekuat apapun beliau,,stroke akhirnya menumbangkan beliau.. Yah, kebanyakan org akan menyerah pda serangan ketiga, tapi ayahku bisa bertahan hingga enam kali stroke menyapanya. Serangan pertama terjadi di tahun 2002, tapi beliau masih bsa kembali tegak berdiri..semakin lama semakin lemah, dan di tahun terakhir, beliau hanya terbaring di ranjang, sesekali duduk di kursi atau berjalan dgan dipapah. Aku bersyukur kr berkesempatan menjaganya hingga saat terakhirnya. Juga ku berterimakasih pda suamiku tercinta yg memberiku ijin tetap tinggal di rumah oragtuaku, merawat mereka..meski itu artinya kekasihku itu harus tinggal sendiri, berjauhan diluar kota sana. </div><div style="text-align: justify;">Lima hari menjelang kepulangannya, adalah saat terberat bagi kami. Sungguh tak tega melihat beliau kesakitan. saking lemahnya, tak kuat beliau merintih. Namun dari tiap desah napas yg keluar kami tahu, beliau terus berucap dlm hati..Allah..Allah..</div><div style="text-align: justify;">Klimaksnya, malam terakhir itu beliau terlihat kesakitan..Tak ada cairan urine yg keluar..artinya ada yg tak beres dg sistem pencernaannya. dokter uronologi menyarankan bedah utk bisa mengelurkan kotoran dri perut beliau. Kami menangis. Malam itu kami tak tidur, sama seperti malam2 sebelumnya. Tapi malam itu berbeda, kami larut dalam doa dan istighfar. Perawat beberapakali datang utk menanyakan persetujuan keluarga, kami masih bimbang. Bismillah, kami bulatkan tekad..Inilah bukti cinrta kami pda ayah. Ruang operasipun disiapkan.</div><div style="text-align: justify;">Pukul 6 keesokan harinya, seperti yg telah dijadwalkan, asisten dokter datang utk melihat kondisi ayah. Setelah cek ini-itu, ia pun manggut2 dan berpamitan akan melaporkan kondisi pasien pda dokter bedah. Hati kami tak henti meminta pertolongan Yg Kuasa. Kami menyeka ayah dengan air hangat, mengganti bajunya..membersihkannya. Aku ingat sempat berkata pda kakakku:' Mas, tangan ayah dingin..' "Iya, kakinya juga', jawabnya. Kami kira itu hnya pengaruh ruangan ber-AC. Tiba2 ayah muntah..keluar cairan berwarna hitam pekat, pertanda saatnya telah tiba. Tak lama prosesnya..dan beliau pun berpulang diiringi doa kami, kelurga yg sngat menyayanginya. </div><div style="text-align: justify;">Kami sedih, menangis. Tapi ibuku, org yg jelas paling merasa kehilangan, menguatkan kami. Beliau begitu bersyukur...inilah wujud pertolongan Allah yg kami minta selama ini. Pertolongan yg datang tepat di saat2 kami sangat membutuhkannya, tak berharap kecuali padaNya, pasrah akan segala takdirNya. Berbagai kemudahan juga kami terima, mulai perawat yg begitu pehatian, dokternya, semuanya....Pertolongan itu jga berwujud kelapangan hati kami, keikhlasan yg tentu akan begitu sulit jika tak mendapat uluran tangan kasihNya. </div><div style="text-align: justify;">Tak pernah ku menyesal merawat ayahku selama ini..Kinipun aku tetap bisa merawatnya, dengan memanjatkan doa untuknya tiap saat aku mengingatnya. Bukankah doa soerang anaklah yg sangat didamba org tua yg telah berpulang?</div><div style="text-align: justify;">Kematian bukanlah ketiadaan. Mereka hanya berpindah ke alam yg berbeda dg kita. Kita bisa berkomunikasi dg mereka melalui doa, dan mereka bisa menyapa kita melalui mimpi,,asal receiver kita dalam kondisi jernih.</div><div style="text-align: justify;"><i>Allahumma ighfir lahuu wa_rhamhu wa 'aafiihi wa'fu 'anhu</i></div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-41755936381930759202011-02-19T09:54:00.000+08:002011-02-19T09:54:20.322+08:00Mari Memakai Mukena dengan BenarSya tak pernah lupa membawa mukena dalam setiap perjalanan jauh. Meski sebenarnya tak sulit menemukan masjid yg menyediakan mukena, namun sepanjang pengamatan sya, mukena2 umum yg sya temui sungguh jauh dari bayangan ideal saya. Mukena itu tak terawat, kumuh, dan yg paling parah tak memenuhi syarat menutupi aurat dg sempurna. Padahal menutup aurat merupakan salah satu syarat sahnya sholat. Ada sebagaian yg ukurannya terlalu pendek, ada yg bgian wajahnya tak pas ukurannya sehingga memaksa rambut disudut wajah menyumbul keluar, lubang wajah terlalu besar, bordiran yg lubangnya terlalu besar tanpa kain rangkap..hufff...sya prihatin.<br />
<br />
Sebenarnya prinsip dalam memakai mukena sederhana saja: menutup semua anggota tubuh selain wajah dan telapak tangan. Berikut poin2 penting yg sering dilewatkan (dan karena basic pendidikan sya adalah pesantren salaf, maka standar merekalah yg sya pakai) dalam bermukena:<br />
<ul><li>Sya akui..mukena potongan memang lebih praktis dan modis, namun perlu diketahui bahwa mukena model ini sangat tidak direkomendasikan. Ini karena mukena potongan berpotensi menampakkan aurat dari bawah. Selain itu kita akan kesulitan melakukan gerakan2 sholat dg tetap menjga tak ada anggota yg tersingkap, seperti ketika takbir, rukuk, dan ketika sujud pun kita kesullitan menjaga tempat sujud tidak tertutupi mukena (dahi wajib menempel ke tenpat sujud, red)</li>
<li>Bagian tangan juga sering luput dari pengawasan. Mukena terusan kadang memuliki lubang tangan yg terlalu longgar..ini membuatu lengan bagian dalam terlihat, meski scra kasat mata tak tampak.</li>
<li>Dagu bagian bawah juga masih termasuk aurat, karena yg termasuk batas wajah adalah sampai tulang dagu, praktis dagu bawah hrus ditutup. Jadi ketika memakai mukena, bantalan kain yg ada di dagu hrus agak dimajukan.</li>
<li>Oia, satu lgi..rambut biasanya sering memaksa muncul dari celah2 kain mukena dibelakang kepala. Ini bisa diwaspadai dengan memakai kain handuk tipis untuk melapisi kepala belakang.</li>
<li>Singkat kata, tak boleh ada lubang yg berpotensi menampakkan aurat.</li>
</ul>Berangkat dri keprihatinan ini, sya akhirnya (mulai coba2) memproduksi mukena yg (sya usahakan) semaksimal mungkin menutup aurat. Dengan spesifikasi sbgai berikut:<br />
<ul><li>Bagian wajah dilengkapi karet dibagian atas dan bantalan dagu dibagian bawah, shg bsa pas dg semua bentuk wajah</li>
<li>Bagian lengan jg dilengkapi karet di pergelangannya, shg tdk menampakkan lengan bag. dalam</li>
<li>Berbentuk terusan, dg sedikit aksen renda di bag. wajah, tangan, dada, dan ujung bawah, yg dharapkan bsa lebih mengantar pda kekhusyu'an dlm beribadah</li>
<li>Bahannya adalah kain2 yg nyaman digunakan, spt sutra mukena, polino, dan ada jg silky (dg berbgai warna)</li>
<li>Dilengkapi jg dg brosur pemakaian mukena scra benar</li>
<li>Harga terjangkau</li>
</ul>Bisnis ini sya mulai dg pondasi dakwah dan untuk mencari fadhol Allah (rizki) pastinya. Jika ada yg berminat, silahkan email y..<br />
Salam...ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-10800369838329182102011-02-19T09:12:00.001+08:002011-02-19T09:12:44.839+08:00Surat Balasan Tuhan yang Dititipkan pada Polisi<div class="isi_artikel" style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">“Tuhan aku sedang butuh uang untuk pengobatan anakku..beri aku tiga ratus ribu saja Tuhan..kumohon” Begitu kira2 yg ditulis Pak Joni dalam suratnya. Surat yang aneh, karena di bagian kanan bawah amplopnya tertulis: Kepada Yth Tuhan Yang Maha Esa..di Tempat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Pegawai kantor pos jelas kebingungan, bgaimana menyampaikan surat itu kpd Tuhan, sedang dy tak tahu dimana alamatNya,,mau tak menyampaikan, dia takut kualat.. Di tengah kebingungannya, datang seorang polisi, yg demi melihat alisnya bertaut tak karuan dia pun bertanya, “Ada apa gerangan wahai sahabatku?”</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Pgawai Pos itu pun mengangsurkan amplop itu pda Pak polisi. Dengan sedikit ragu polisi itu akhirnya membuka surat itu. Hati2 dia membukanya..dan ia tercenung membaca isi surat itu. ‘Kasian sekali, pasti orang ini sedang sangat membutuhkan uang’, pikirnya. Ia pun memasukkan uang 150 ribu, sisa gajinya bulan ini ke dalam amplop dengan kop Kepolisian Republik Indonesia, lalu mengirimkannya ke alamat rumah Pak Joni yg memang tertulis lengkap dlm surat untuk Tuhan. Ia pun tersenyum membayangkan betapa gembiranya Pak Joni menerima balasan darinya..</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Dua hari kemudian, lagi2 petugas pos dibuat bingung dengan surat balasan Pak Joni pda Tuhan. Ia lantas memberikannya pda poisi yg tempo hari bertemu dgnya. Polisi itu pun membukanya, dan mukanya merah hijau membaca isi surat itu: “Dear Tuhan, terimakasih telah mengirimkan uang pdaku..tpi kumuhon, lain kali jangan Kau titipkan pda polisi…Engkau pasti jga sudah tahu kan, betapa korupnya polisi di negara kami…masa minta 300 ribu cma dikasi 150 ribu…”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">*ini cm fiktif belaka, jika ad yg tersinggung..itu memang sya sengaja..</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">hehe..damai selalu.Pisssssssss</div></div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-15998318422072080622011-02-19T09:08:00.001+08:002011-02-19T09:10:34.417+08:00Saya pun Menangis, Menyadari Hidup Ini Indah...Begini Adanya<span class="right sub_text_artikel"><span class="coda_bubble"> </span> </span> <br />
<div style="text-align: justify;">Masih jelas terekam adegan demi adegan film yang saya tonton semalam, ‘Click’. Film ini mengisahkan seorang bapak paruh baya, pekerja keras yang diperbudak oleh pekerjaannya sebagai arsitek. Di awal cerita diperlihatkan kelurga kecil dengan dua anak yg tampak bahagia, andai ayah mereka pnya waktu lebih banyak untuk keluarga. Sayangnya sang ayah lebih mendahulukan tuntutan pekerjaan dengan dalih memperjuangkan kehidupan yg lebih layak untuk mereka. Cerita terus mengalir hingga si ayah bertemu dengan seseorang yg memberinya sebuah remote yg bisa digunakan mengendalikan kehidupannya. Sebuah remote ajaib yg pnya bnyak fitur aneh. Saat dia tekan tombol ‘mute’, dia tak mendengar ocehan tetangganya, saat anjingnya menggonggong liar dia bisa mengecilkan volume suara anjing itu dengan satu tombol. Dia pun bisa membuat alam sekitanya terhenti, kembali ke masa lampau dan mempercepat kehidupannya.</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Pria ini begitu bahagia. Dengan satu pijitan tombol semua masalah hidup berhasil dilaluinya dengan sukses. Tiap ada masalah, ia akan mempercepat waktu..kejadian ini terus berulang. HIngga romote itu terprogram secara otomatis. tiap bertemu masalah..waktu akan berputar dengan cepat. 1 hari..1 minggu….10 tahun..dan pria tadi tiba2 berada di tempat asing. Dia telah menjadi CEO di perusahaannya, tapi istri tercintanya menikah dengan pria lain, kedua anaknya telah beranjak dewasa, ayahnya meninggal dan ia sendri..ia melewatkan banyak hal penting dalam hidupnya. Dulu ia bermimpi ketika telah mencapai puncak karir, ia akan pnya bnyak waktu bersantai dg keluarganya, namun kesempatan itu ia lewatkan. Di akhir kisah ia meninggal dalam kesedihan dan penyesalan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div></div><div style="text-align: justify;">Saya -seperti pria tadi- dalam kehidupan nyata ini, sering memimpikan kehidupan yg penuh kemudahan. kebahagiaan yg instan. Tiap dihadang kesulitan saya selalu berharap segera melewati bagian terjal itu. Ingin sampai di puncak tanpa harus mendaki. Padahal, yg bernilai sesungguhnya bukanlah ending dari suatu pencapaian, namun pelajaran hidup yg kita dapatkan sepanjang perjalanan. Film ini mengingatkan saya untuk menikmati dan mensyukuri apa yg ada hari ini..agar di depan nanti tak ada penyesalan karena telah melewatkan hal2 kecil dalam hidup saya. Bukankah <i>Happines comes from enjoying small daily things? </i><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Sya jga jdi sadar betapa saya mencintai diri saya, suami, keluarga dan seluruh kehidupan saya. Saya ingin melakukan terbaik yg bsa saya lakukan untuk mereka yg sya cintai hari ini, mumpung msih ada kesempatan. Bersyukur atas semua yg saya miliki, dan menjalani hari dengan segenap hati. Untung saja kejadian aneh dlm film itu hnyalah mimpi, andaikan itu knyataan dan saya yg mengalaminya..Dunia akhirat seisinya takkan bisa menebus penyesalan saya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Dan saya pun menangis, menyadari hidup ini indah..begini adanya.</div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-21379713486541181092010-12-14T22:33:00.000+08:002010-12-14T22:33:40.604+08:00Leganya Kembali ke Rumah..<div style="text-align: justify;">Ah..nyaman sekali..rasanya seperti kembali ke rumah. Saya rindu blog ini. Posting terakhir sy buat hampir 4 bulan lalu. Yah, karena bertambahnya <strike>beban pikiran</strike> kesibukan, banyak hal yg akhirnya saya harus puas merekamnya dalam hati saja. Sya merasa bersalah pada my lovely personal blog ini, karena telah meninggalkannya demikian lama, sibuk bertandang ke rumah teman2 di ranah fesbuk, sibuk bersosialisasi di lapak kompasiana..tapi makin ke sini saya makin yakin blog ini tak tergantikan. Fesbuk memang seru untuk mengobrol..mulai hal remeh temeh..sampai issue yg tergolong berat. Kompasiana apalagi. Di sana saya bertemu orang2 hebat dengan ide2 brilian yang menuntut saya untuk segera mengakselerasi kemampuan sya agar bisa mnyusul langkah atau sekedar memperpendek jarak dengan mereka. Aura kekerabatan begitu kental terasa disana. </div><div style="text-align: justify;">Namun sya akui, ada kalany saya lelah dengan hingar bingar kehidupan di luar sana. Saya rindu rumah. Dan di sinilah saya sekarang, di tempat segala rasa tercurah. Di sini sya bisa menulis segala hal tentang saya dengan lebih personal, karena ini rumah saya. </div><div style="text-align: justify;">Membaca tulisan2 lama ternyta bs menghadirkan romantisme tersendiri. Rupa-rupa rasa yg tercurah dalam tiap baitnya memaksa angan melayang untuk sekedar mengingat kenangan yang pernah ada. Inilah yang mendorong saya untuk terus menulis. Sya harap dokumentasi perjalanan ini bisa memberi manfaat suatu hari nanti. Saat semangat mulai pupus, kenangan lama bisa menjadi doping untuk melejitkan kembali semangat juang. Yang harus saya lakukan sekarang adalah berusaha sekuat bisa, sedapat mampu menjadikan segala yang terjadi hari ini sebagai kenangan yang menyenangkan untuk diingat nanti..</div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-53035549126979006652010-08-03T10:21:00.000+08:002010-08-03T10:21:42.509+08:00Banyak Jalan Menuju Allah<div style="text-align: justify;">Dikatakan, bahwa jalan menuju Allah itu banyak..sebanyak bilangan para pencari Allah itu sendiri. Hal ini setidaknya bisa kita tengok dari sirah para guru yang telah terbukti 'sampai' kepada Allah. Diantara beliau ada yang mengambil jalur (penyebaran) ilmu, ada pula yang memilih khidmat (pelayanan) pada ahli ilmu dan masyarakat, ada yang tenggelam dalam ibadah, istighfar, membaca alquran, dan macam2 jalan lain yang tak terhitung jumlahnya. Syekh Abdul Qadir al Jilani berkata: Aku bisa sampai pada Allah bukan berkat ibadah malam dan puasaku, namun karena dermawan, tawadhu' dan hati yang selamat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rasululloh sendiri ketika ditanya tentang amal yang paling utama, beliau menjawab: "menggali sumur". Itu terjadi ketika madinah sedang sedang dilanda kekeringan, dan yang paling dibutuhkan masyarakat adalah air. Di lain kesempatan ketika sahabat yang lain bertanya dengan pertanyaan yang sama beliau menjawab: "Laa taghdhob!" Amal terbaik adalah menahan amarah, karena si penanya adalah orang yang emosional. Ketika yang bertanya adalah seorang yang memiliki ibu yang telah renta, "amal terbaik adalah berbakti pada ibumu", demikian Rasul menjawab. Ini menunjukkan bahwa amal terbaik untuk tiap-tiap orang itu berbeda, harus disesuaikan dengan peranan masing2.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu bagaimana kita memilih jalan untuk bisa 'sampai'? Salah satu prinsip yang harus kita pegang untuk menentukannya adalah hadist Nabi <i>"khairun naas anfa'uhum lin naas". </i>Bagi seorang yang berilmu, mengajar tentu lebih baik baginya. Bahkan sekalipun karena kesibukan mengajarnya ia tak sempat beristighfar, tak perlu kuatir, karena malaikatlah yang akan memintakan ampunan untuknya. Bagi kepala keluarga, bekerja mencari nafkah bisa jadi adalah ladang ibadah terbaiknya, sekalipun tak lagi tersisa banyak waktu baginya untuk bertasbih. Dalam sebuah hadis Nabi: Seorang laki2 yang bekerja untuk menafkahi keluarganya, baginyat pahala<i> fii sabiilillah</i>. Lelaki yang bekerja untuk menghidupi org tuanya, maka baginya pahala <i>fii sabiilillah</i>, lelaki yang bekerja untuk menafkahi dirinya agar tak meminta-minta pada orang lain, baginya pahal <i>fii sabiilillah</i>. Bagi pelajar, tentu belajarlah yang terbaik baginya, hingga nanti pada gilirannya ia mampu menyebarkan ilmu yang telah didapatnya. Bagi seorang ibu, mengurus keluarga dan mendidik anak adalah pilihan terbaik. Bagi mereka yang tak punya tanggungan kewajiban apapun pada orang lain, yang terbaik baginya adalah beristighfar, membac alquran dan rupa-rupa ibadah taqarrub kepada Allah. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Yang harus kita ingat, Allah ta'ala menciptakan hidup dan mati tujuannya untuk menguji siapakah diantara kita yang paling baik amalnya. <i>Alladzi khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu 'amalan.</i> Di luar ibadah wajib, kita bisa meraih predikat terbaik dengan melakukan segala yang terbaik sesuai posisi dan peranan kita. <i>wallahu a'lam bi shawaab</i>.</div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-51828058236354105412010-06-24T11:41:00.003+08:002010-07-25T09:28:49.430+08:00Banyak Bertanya Sesat di Jalan<div style="text-align: justify;">Aku paling tak bisa membiarkan satupun pertanyaan berlalu tanpa jawaban. Apapun itu. Bahkan soal ujian yg jelas2 tak terjawab pun setelah keluar dari kelas akan ku cari jawabannya sampai ketemu. Pertanyaan yg tak terjawab bagai hantu gentayangan yg mengikutiku kemanapun aku pergi. Cara mengenyahkannya hanya satu: menemukan jawaban yang tepat untuknya, dan setelah itu sang hantu akan kembali ke liangnya dengan tenang. Ada satu kepuasan tak terlukiskan bila kita berhasil menguak suatu 'misteri'. Ada yang ajaib..sering kali ketika aku sudah berusaha sekuat bisa untuk memecahkan suatu persoalan, dan sampai di jalan yang -tampaknya- buntu namun aku tak menyerah, suatu saat jawaban itu akan datang dengan sendirinya dari jalan yang tak disangka2. Mungkin benarlah kata pepatah...<i>man jadda wajada</i>.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saat ini pun aku merasa terus dihantui pertanyaan2 tentang kehidupan. Mengapa harus begini? Ko ga begitu aja? Sampai kapan harus begini? Apa? Di mana? Bagaimana? Siapa? bla bla bla..Sungguh pusing aku memikirkan jawabannya..</div><div style="text-align: justify;">Akhirnya aku sampai pada pertanyaan sesungguhnya: Sebenarnya pada siapa pertanyaan (yang lebih pantas disebut protes ) ini kutujukan? Dengan malu2 akupun menjawab: Pada Allah, Tuhanku. Ah...aku semakin malu. Lihat, betapa bodohnya aku..Bukankah Ia sudah berfirman: <i>Laa yus_alu 'amma yaf'alu wa hum yus_aluuna</i>. Sungguh tak pantas pertanyaan itu aku lontarkan padaNya...memangnya aku ini siapa? Aku yang tak memiliki apapun -bahkan tubuh yang kutempati ini-sungguh bukan siapa2. Kalau Allah mau buat begini, ya terserah Allah..Mau begitu...siapa yang melarang..lah wong Dia itu <i>the only one</i> pemilik saham alam semesta. Hanya satu yang kuyakini, Dia Tuhan yang adil, tak mungkin menciptakan sesuatu tanpa ada tujuannya. Batu di tepi jalanpun punya tujuan penciptaan, apalagi aku. Dia pasti punya rencana..., walau kehidupan dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah designe holistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyatataan bahwa tak hal sekecil apapun yang terjadi karena kebetulan.(Andre Hirata punya euy!). Ahhh..tak ada pilihan lain selain bersabar dan tetap bersyukur hingga nanti suatu saat kehidupan menggiring ku pada satu jawaban atas semua pertanyaanku...(Dan tak ada alasan untuk menatap masa depan dengan kemarahan).</div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-28680346149351245962010-06-21T08:24:00.000+08:002010-06-21T08:24:08.878+08:00Sebuah DoaTuhanku...Para pengemis tengah berhenti di pintuMu. Orang2 fakir tengah berlindung di hadapanMu. Perahu orang2 miskin tengah berlabuh di tepian laut kemurahanMu, berharap dapat singgah di halaman kasih dan saayangMu<br />
Tuhanku..<br />
Jika di bulan yang mulia ini Engkau hanya menyayangi orang2 yg menjalankan puasa dan sholat malam dengan penuh keikhlasan, maka siapa lagi yang akan menyayangi pendosa yang kurang beribadah, yang tenggelam dalam lautan dosa dan kemaksiyatan.<br />
Tuhanku...<br />
Jika Engkau hanya mengasihi orang2 yg taat, maka siapa lagi yang akan mengasihi orang2 yang durhaka.<br />
Sekiranya Engkau hanya menerima orang yang banyak amalnya saja, maka siapa yang akan menerima orang yang sedikit amalnya.<br />
Ilahyy<br />
Beruntunglah orang2 yang berpuasa<br />
Berbahagialah orang2 yang sholat malam<br />
Salam dan sejahteralah orang2 yang ikhlas<br />
Sedangkan kami hanyalah hambaMu yang berlumuran dosa<br />
Sayangilah kami dengan kasih sayangMu<br />
Bebaskan kami dari api neraka dengan maafMU<br />
Ampuni dosa-dosa kami dengan kasihMu<br />
Wahai yang maha pengasih dari segala yang mengasihi...ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-22852327989733595922010-05-23T12:16:00.002+08:002010-05-23T12:20:52.599+08:00Long JourneyPegang erat tanganku saat tubuhku terasa linu<br />
Kupeluk erat tubuhmu saat dingin menyerangmu<br />
Kita lawan bersama<br />
Dingin dan panas dunia<br />
Saat kaki telah lelah kita saling menopang<br />
Hingga nanti di suatu pagi salah satu dari kita mati<br />
Sampai jumpa di kehidupan yang lain<br />
<br />
Syair lagu sheila on 7 ini mewakili kekaguman saya akan pasangan kakek-nenek yg tampak (semakin) harmonis di usia senja mereka. Tapi yg lebih mengagumkan adalah mereka yg berhasil mempertahankan kesetiaan pd pasangannya hingga ajal menjemput. Mereka ini berhasil membuktikan kemenangannya atas 'sang waktu'. Saya angkat topi untuk mereka. Uban di rambut mereka mengabarkan betapa banyak yg telah mereka lalui bersama. Garis-garis di wajah mereka mengajarkan kebijaksanaan menyikapi hidup, kehidupan dan penghidupan. Mungkin ada kalanya cinta pd pasangan berkurang, atau bahkan hilang sama sekali. Tak mustahil juga (siapa tau) salah satu episode kehidupan mereka terusik oleh datangnya orang ke 3, 4, 5 atau 6.. Mereka telah melalui segala pasang surut kehidupan dengan rupa-rupa problematikanya, namun mereka berhasil melewati itu semua. Mereka berhasil menuntaskan kisah hidup mereka dengan sangat indah. Mengantarkan kepergian salah satu dari mereka dengan cinta yang tak berubah. <br />
<br />
Saya terinspirasi menulis ini ketika subuh td saya mendengan kabar kepergian ibu Ainun Habibi (smoga Allah merahmati beliau). Yang tertangkap oleh sy, adalah sosok beliau sebagai istri dan ibu yg telah berhasil menuntaskan tugasnya dengan baik. Panas mata saya membayangkan bagaimana kelak akhir hidup saya. Perjalanan ini belum jua panjang, namun tak jarang napas terengah saat harus menyingkirkan batu besar yg menghalang di tengah jalan. Kadang terasa berat saat kaki harus tertatih mendaki bukit. "Ah, ini juga dialami siapapun yg baru memulai perjalanan", sy mncoba menghibur diri. Kabar baiknya, saya tak sendiri dlm pengembaraan ini. Apapun yg terjadi, harus terus berlari..sebelum napas terhenti. Selalu berusaha mnghadirkan yang terbaik, hingga kelak berhasil menuntaskan lakon kita dengan akhir yang indah. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjLdxEEXUb_FOaHBPaZhJz_84uz0iK6DGPRq2okfBIcqW-oL9DxYkbiuVRG-eCFYwMY7QO6sK_YD8HFYjbUnu4qIUnaLBKXJz8l4kbdXFiuWEhjLSRR2m1WH2uXc81ZTptjZo_VD0bP4U/s1600/long+journey.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjLdxEEXUb_FOaHBPaZhJz_84uz0iK6DGPRq2okfBIcqW-oL9DxYkbiuVRG-eCFYwMY7QO6sK_YD8HFYjbUnu4qIUnaLBKXJz8l4kbdXFiuWEhjLSRR2m1WH2uXc81ZTptjZo_VD0bP4U/s320/long+journey.jpg" width="320" /></a></div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-79360661295167536592010-05-20T12:17:00.000+08:002010-05-20T12:17:09.570+08:00Apa Statusmu Hari Ini?<div style="text-align: justify;">Bukan hal yang asing, tiap masuk beranda fb kita akan ditodong pertanyaan: apa yang sedang anda pikirkan? Macam-macam jawaban yg diberikan. Ada yg skedar ngisi absen: otw..., lgi mkan, lgi mnum, lgi boker, lgi masak, lg kekunci di dapur dll..Ada yg mengungkap perasaannya, yg kbnyakan bernuansa picisan. Temanya berkisar kangen, cemburu, cinta tak sampai, cinta diam-diam, putus cinta, cinta monyet, kambing, kucing, gajah, badak..dll. Ada pula org baik yang membagi petuah cuma-cuma: ingatlah ..., jgn begini begitu, kalau begini nanti begitu, sesungguhnya begini maka perbanyaklah begitu, dan mcam2 wejangan yg laen. Ada yang berisi 'surat' pada tuhan: kuatkan aku Tuhan, maafkan aku, lindungi aku, mudahkan urusanku, lunasi utang-utangku, sembuhkan aku..and many more. Ada lagi yang skedar iseng nyari popularitas: pngn rebonding bulu kaki, abs ngrampok bank trnyata terlambat,duitny udh dbwa lari koruptor, dan status ga penting laenny (ini yg paling menarik).</div><div style="text-align: justify;">Motif mereka pun macem2. iseng, curhat (baca: buang sampah), menyampaikan pesan pd seseorg (biasany kr ga berani ngmong langsung), berbagi pngetahuan sampai mnyebarkan ideologi. Dengan motif apapun, ada kepuasan tersendiri bila ada yang mengapresiasi posting kita dg memberi komentar atau skedar mengacungkan 'jempol'. Ttg posting yg berisi surat kpd Tuhan, seorang kawan pernah mempertanyakan apa tujuannya..Toh tanpa diterbitkan di beranda fb pun Tuhan mengetahui doa, harapan bahkan sgala yg sedang, sudah dan akan kita pikirkan. Apa itu karena riya? Agar dipandang sbgai org yg alim, dekat dg Tuhan (kr brani mnyapaNya lewat fb), atau mungkin ada motif laen? Entahlah. aku tak bisa membca pikiran mreka satu persatu..tpi menurutku, mreka bukan riya, mreka hnya btuh media pelampiasan atas apa yg sdang mreka rasakan. mreka btuh tempat sampah, dan fb menyediakan space yg tak terbatas utk usernya membuang apapun yg ingin mreka buang, tnpa kuatir over loading. </div><div style="text-align: justify;">Kalo setiap prtnyaan 'apa yg sedang anda pikirkan' kujwab jujur tentu jwabanku tak brubah spanjang waktu: dia! dia yg slalu aku pikirkan. dia dia dia dia dia dan hnya dia! (dg d kecil. Huh, nakal sekali!) dia yg slalu mengisi doa siang malam pgi dan soreku, yg slalu ada dalam detak napas dan hembus nadiku. yg bukan lgi org lain bgiku, tp telah mnyatu dlm jiwaku (euleh euleh!) dia yg kuyakin akan mengantarku pd Dia.(dg D besar). Ini lah prjalanan panjangku...bersmanya. </div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-6705503857301407692010-05-16T17:41:00.002+08:002010-05-16T17:47:29.915+08:00Tajassum al A'malSekecil apapun yang kita lakukan terdokumentasikan dengan baik dan nanti pasti akan bisa kita lihat wujudnya. Inilah yang dalam bahasa arab disebut Tajassum al a'mal atau perwujudan amal yang muncul dalam tiga bentuk<br /><br />Yang pertama, amal-amal yang kita lakukan akan membentuk jatidiri kita. <br />Menurut al Ghazali, penglihatan manusia itu ada dua macam: Mata lahir (bashar) dan mata batin (bashirah). Dengan bashar yang terlihat hanyalah khalq (tampilan fisik) yang semata-mata bayangan dari diri kita yang sebenarnya. Sedang dengan bashirah kita bisa melihat khuluq (wujud rohani yang kemudian menurunkan kata akhlak). Jadi akhlak adalah gambaran dari diri kita yang sesungguhnya. Wujud rohani itu akan tampak ketika akhir hayat kita, saat ruh terlepas dari 'pakaian' fisik. Amal-amal kitalah yang menentukan dengan wujud apa kelak kita dibangkitkan.<br /><br />Yang kedua, amal-amal kita akan menjelma dalam wujud makhluk yang akan menyertai kita, sejak di alam kubur sampai di akhirat. Amal baik berwujud makhluk rupawan yang menemani, menjaga dan menyelamatkan kita, sebaliknya amal buruk.<br /><br />Dan yang ketiga, amalan kita akan berwujud dampak dan akibat. Amal baik akan berdampak baik da begitu pula sebaliknya. Amal adalah benih yang kita tanam. Apa yang kita tuai tergantung apa yang kita tanam. Dampak perbuatan kita itu tajk hanya menimpa kita, tapi bisa juga orang-orang di sekitar kita: anak, kerabat, masyarakat atau lebih luas bangsa dan negara kiita. <br /><br />Kawan, sekecil apapun yang kita lakukan, ucapkan, dan pikirkan harus kita timbang terlebih dahulu dengan akal sehat dan hati nurani, agar kelak kita tak kesulitan mempertanggungjawabkannya, mengingat '<span style="font-style:italic;">buntutnya</span>' yang demikian kompleks..tak hanya di dunia namun yang lebih penting di akhirat.<blockquote></blockquote>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-76316145585471497322010-05-12T23:35:00.000+08:002010-05-12T23:39:32.267+08:00HarapkuDuh Gustiii...hambaMu ini sedang mengeja, meraba, mencoba menyelami makna kehidupan. Sekali dua kali dia salah tapi untuk selanjutnya bimbing ia menemukan hakikat mutiara yang tersimpan nun jauh di dasar lautan. Dia masih di tepian saja, dan dia begitu takjub dengan berbagai panorama yang terhapar sejauh matanya memandang. Pasir putih, deretan nyiur, langit bersih, Laut jernih bak kaca yang tak sungkan memperlihatkan isi perutnya, dia mulai sibuk mengumpulkan kerang, udang, ikan-ikan kecil dan apapun yang dia temukan di tepi pantai..<br />jangan biarkan itu semua memasung kakinya, GUstii..<br />Jangan biarkan dia merasa cukup berdiri di tepian saja, tak mau ambil pusing dengan ombak yang akan mengantarkannya ke tengah lautan, untuk kemudian menyelam dan mencari 'mutiara'. Tuntunlah dia untuk selalu menjalani kehidupan ini seperti apa yang engkau kehendaki, jadikan dia hambaMu yang selalu bersyukur, legowo menerima apapun yang Engkau berikan padanya, jangan lepaskan dia dari rantai penjagaanMu dan belai kasih sayangMu. Mudahkan urusannya, kasihi dan lindungi dia, suaminya, orang tuanya, saudara-saudaranya, seluruh keluarganya, teman-teman dan gurunya, serta semua saudara seagamanya, berkahi kehidupan mereka semua, dan jadikan hari terindah mereka adalah hari pertemuan dengan Engkau...Amiin. <br />Sembah sujud padaMu ya Rabbni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-40662957794913539202010-05-12T22:27:00.002+08:002010-05-12T23:35:20.048+08:00Andai SajaAndai saja aku bukan aku, andai bukan mereka orang tuaku, andai aku tak punya kakak pertama yang bertangan besi, kakak kedua yang perasa dan seorang adik laki-laki yang penyayang lagi pengasih, andai aku tak dibesarkan dalam lingkungan yang konservatif, andai aku tak 'dikarantina' di komplek asrama bertingkat di tengah pemukiman padat Bangil selama bertahun-tahun, andai aku tak pernah berkumpul dengan kawan-kawan dan guruku, andai bukan dia suamiku, andai bukan ini jalan hidupku, andai aku tak pernah terpuruk, andai aku tak pernah ditimpa kesedihan, andai aku tak pernah limbung dihantam kebimbangan dan kegalauan, andai aku tak pernah dijerang api kerinduan,..tentu hidupku tak bisa lebih sempurna daripada saat ini. <br /><br />Matur nuwun Gustiii..ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-40628576640104543982010-04-06T11:42:00.003+08:002010-04-06T12:31:33.809+08:00Ikan Mati Kehausan di Dalam Samudra<span style="font-style:italic;">Sudah lama ide menulis tentang topik ini tersimpan dalam draft otak saya..tapi karena tertindih banyak hal, baru sekarang lamunan saya itu terlahir nyata ke <span style="font-style:italic;">blogsphare</span>, setelah saya menemukan file yang hampir usang di tindih kemalasan. Karena vacum cukup lama, maaf kalau tulisan ini tak good reading. Yang terpenting adalah pesan saya bisa sampai pada anda yang tersesat di blog saya ini..</span><br /><br />Saya mulai dengan sebuah hikayat. Suatu ketika amirul mukminin Umar Ibn Khattab thawaf di ka’bah. Tiba-tiba beliau tersentak keheranan mendengar doa seorang badui..<span style="font-style:italic;">Allahumma ij’alni min al qalil</span>..Sungguh beliau belum pernah mendengar doa seperti itu sebelumnya. Usai menunaikan thawaf, Sayyidina Umar memanggil badui tersebut guna bertanya perihal maksud doa yang dia panjatkan tadi. Si badui pun menjawab: bukankah dalam al quran disebutkan <span style="font-style:italic;">Wa qaliilun min ‘ibaadiya asy syakuur</span>..dan saya ingin Allah menjadikan saya termasuk golongan yang sedikit itu. <br /><br />Saya simpulkan dari kisah di atas, bahwa orang yang bersyukur itu adalah spesies langka..yang hampir punah jika kita tak berusaha menjadi bagian dari golongan minoritas ini. Memang harus kita akui bukan hal mudah menjadi orang yang bersyukur. Rasa tidak puaslah yang mengikis rasa syukur kita. <br /><br />Rasa ketidakpuasan, dalam dosis yang tepat memang bisa menjadi cambuk bagi kita untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi…dalam hal apapun…namun jika tak tepat, malah bisa menjadikan kita hamba yang kufur atas nikmat yang telah kita terima. Alih-alih meningkatkan kualitas personal, orang yang tak pandai bersyukur hanya menghabiskan umurnya untuk mencari kambing hitam. Selalu ada yang disalahkan..bisa keadaan, orang-orang di sekitarnya, dan yang paling sering di dudukkan di kursi pesakitan adalah Tuhan. Di mata kaum yang tak tahu terima kasih ini Tuhan tak pernah benar.<br /> <br />Manusia itu memang makhluk penggerutu…lihat saja, saat kita tak punya pekerjaan kita akan merengek-rengek padaNya agar memberi kita pekerjaan. Saat sudah mulai bekerja sebagai karyawan biasa kita akan menuntut jabatan yang lebih tinggi..dan saat tuhan kembali menuruti permintaan kita..kita lagi-lagi mengeluhkan pekerjaan yang semakin menumpuk, waktu luang yang sangat berkurang dan tenggungjawab yang semakin besar. Yah, apapun yang dilakukan Tuhan memang tak pernah benar...bagi mereka.<br /><br />Kita sebagai manusia yang bahkan tak memiliki 1 % saham dalam diri kita ini sangat tak layak untuk melamar apapun kepada Allah, apa lagi sampai menuntut dan complain pada Sang pencipta semesta alam. Namun pada praktiknya, ternyata kita ini sungguh hamba yang tak tahu diri. Nikmat yang kita terima dariNya dalam tiap tarikan napas tak terhitung jumlahnya, namun kita terus saja berunjuk rasa padaNya. Selalu ada alasan untuk tak puas dengan apa yang Dia berikan. <br /><br />Seorang bijak bestari dari india berkata: Aku tertawa mendengar ada ikan mati kehausan di dalam samudra. Inilah gambaran orang yang pernah bersyukur. Ikan adalah kita, manusia pengeluh ini. Sedangkan samudra adalah anugrah Allah pada kita. Kita sudah hidup dengan dilingkupi karunia yang demikian besar..yang karena saking besarnya, kita tak pernah menyadarinya, tapi mengapa masih ada saja celah -yang kita buat-buat sendiri- untuk kita merasa kurang? Dengan sedikit kejernihan hati, kita bisa menyadari betapa berlimpahnya anugrahNya pada kita..Mereka yang pandai bersyukur akan melihat kehidupan ini begitu indah..bahkan dalam situasi terburuk sekalipun. Orang yang bersyukur memiliki hati seluas ribuan kali lapangan bola..yang membuatnya tetap tenang menjalani kehidupannya..<br /><br /><span style="font-style:italic;">Ending tulisan ini rasanya masih menggantung, tapi biarlah..ini hanya sebagai permulaan. Insy posting selanjutnya segera menyusul.. </span>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-22658432975175957122010-01-10T15:26:00.005+08:002010-01-10T16:39:06.277+08:00Go Blog!Sekitar 6 bulan yang lalu aku sempet komplai sama adekku. Pasalnya dia sama hapeny udh kayak sodara kembar siam dempet tangan, kga bisa dipisahin! Udh gitu dy jadi narsis bgt, bawaannya pgn poto-poto mulu..dimanapun dan kapanpun. Saking parahnya masa ke kamar mandipun hp dy bwa??? Usut punya usut, ternyata dy saat itu lagi keranjingan sama yang namanya fesbuk. Dy pun jadi suka senyum-senyum sndiri. Pusing aku ngeliatnya. <br /><br />Sampe beberapa bulan selanjutnya kondisiny tetep sama, malah makin parah. Pulsa hp 10 rb bisa ludes hanya dlm 2-3 hari. Parah bgt kn?? Kalo q omelin dy cuma bilang: lom tw rasanya fb-an siiih... Huh, diprovokasi kek gitu q panas juga. "Ok. skarang bikinin akun fb bwt aku!" tantangq. Dalam hati aku pengen buktiin kalo aku ga bkal terseret arus fb. <br /><br />Ternyata kenyataan berkata laen. Q keasikan juga maen fb. Di situ aku ketemu temen2 yang kebanyakan tak pernah kutemui lagi sejak kami berpisah 4 taon yang lalu. Wah seru..tak hanya itu, temen2 yang dulu kalo ktemu hanya saling lempar senyuman ternyata di sini bisa berbincang bareng bgtu akrab. Banyak juga ketemu tmen2 baru..pendek kata q juga sibuk sama fesbuk...sampe sempet ambil cuti hampir 2 bln dari aktivitas bloging. Ibarat mainan..fesbuk saat itu emg lagi lucu-lucunya.<br /><br />Pi beberapa hari ne q jd mulai males sm produk virtualnya Mark Zuckerberg ini. Fb tak hanya mendekatkan org2 yg jauh,, pi juga menjauhkan org2 yg dekat. Bayangin aja, lagi duduk berdua sma suami bukannya ngobrol bareng pi malah sibuk sama hape masing2. Nyebelin juga waktu ngumpul bareng2 keluarga ternyata ada seekor yang ga nyambung diajakin ngomong gara2 fb. Udah gtu pulsa cpet abis dan ga ada manfaat konkrit yang q dapet. Q mulai sadar, menyambung silaturahim via fb itu penting, pi kita juga harus tw waktu. Dalam kaidah fiqih disebutkan <em>Kullu maa tajaawaza 'an haddihi in'akasa 'alaa dhiddihi</em> segala sesuatu yang melewati batas itu akan berbalik dari hukum asalnya. Fb itu ada manfaatnya, pi kalo klewatan maka kerugiaan yang kita dapat, sadar atw tidak. <br /><br />Kembali aktif sebagai blogger, itulah pilihanq skr tanpa meninggalkan fb sepenuhnya, hnya mengurangi intensitasnya aja. Bloging kurasa lebih sesuai untukku. Q bisa mengungkapkan uneg2 (baca: buang sampah), berbagi ide, pengalaman, emosi, laporan peristiwa atw apapun yang kebetulan sedang melintas di benak. Menulis memberi kepuasan tersendiri. Menulis bisa membwa anganku melayang ke negri antah berantah..sejenak meninggalkan dunia nyata. Aq bisa <em>fly</em> dengan menulis. Keinginanq jadi wartawan konvensional yang agaknya takkan terwujud juga terobati dengan menjadi bagian dari <em>cityzen journalism</em>, aktivitas pemberitaan yang beralih ke tangan mayarakat sipil.<br /><br />Tapi tetep aja, ketika beraksi di blogsphere proporsi waktu harus slalu diperhatikan. Jngan sampe tugas2 di dunia nyata berantakan gara2 keasikan berselancar di dunia maya. Apapun yang terjadi kan kupertahankan blog ini sampe titik darah penghabisan, <em>insyaallah</em>. <em>GO BLOG!</em> (bukan dibaca: goblok)ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-58974818229930693892010-01-09T08:29:00.003+08:002010-01-09T09:33:50.560+08:00Hierarki doaBayangkan jika suatu saat seekor anjing ganas mengejar anda. Anda sudah berlari sekuat tenaga, tapi anjing itu masih tetap mengejar. Anda sudah melemparinya dengan apapun yang terjangkau tangan anda, tapi ia masih tetap bertahan. Usaha apa lagi yang kira-kira bisa membebaskan anda dari ancaman hewan bergigi tajam itu? Jawabannya adalah memanggil pemiliknya. Mintalah tolong pada pemilik anjing itu agar ia menjinakkan hewan piaraannya, tentu bukan hal yang sulit baginya. Hanya dengan satu teriakan darinya: 'blackyyy...' masa depan anda segera terselamatkan.<br /><br />Demikianlah seorang syaikh yang mulia dari madinah memberikan ilustrasi tantang pentingnya doa. Seringkali kita dihadapkan pada keadaan sulit yang sama sekali kita tak punya kuasa untuk mengendalikannya. Tak ada yang bisa kita lakukan kecuali 'memanggil' dan meminta pertolongan pada 'Sang pemilik masalah'. Tak ada yang sulit baginya, karena jika Allah yang memberi kita kesulitan maka hanya Dialah yang bisa menyelesaikannya. "Wa in yamsaska_llahu bi dhurrin falaa kaasyifa lahu illa huwa wa in yuridka bi khairin falaa ra_dda li fadhlihi". <br /><br />Doa merupakan kekuatan dan energi yang tiada tara karena ia terhubung dengan Dzat Yang Maha Kuasa. Doa bagi seorang mukmin adalah senjata (silah) karena tidak ada perlindungan dan daya kecuali dari Allah. Doa yang benar akan membawa keteguhan istiqamah dalam prinsip hidup dan dengan doa seseorang akan memiliki sikap optimis, karena doa pada hakikatnya merupakan rintihan dan curhat hamba kepada al-Khaliq sebagai pemilik segala kekuatan dengan harapan curahan pertolongan.<br /><br />Doa itupun bertingkat-tingkat, sesuai dengan tingkat kesadaran spritual seseorang. <br />1. Yang paling rendah adalah doa kita, orang awam yang biasanya hanya berupa rangkaian perintah kepada Allah. doa ini sangat bersifat egosentris...meminta terwujudnya harapan dan terlindung dari hal-hal yang ditakuti. Tak ada yang salah dengan doa ini, hanya saja kurang <em>ta'addub </em>. Belajar dari doa nabi Ibrahim ketika meminta kesembuha beliau berkata <em>"Wa idza maridhtu fahuwa yasyfiin"</em> bukan berkata <em>"isyfinii"</em> dengan menggunakan kalimat amar.<br />2. Selanjutnya, saat kematangan seseorang makin meningkat, dia mulai sadar akan adanya kehidupan yang abadi kelak. Doanya mulai berkisar seputar ganjaran (surga) dan hukuman (neraka). <br />3. Tingkatan selanjutnya diisi dengan doa meminta keridhaan Allah dan selamat dari murkaNya.<br />4. Doa yang berisi pengakuan dan pengaduan seorang hamba dihadapan Tuhannya. <br />5. Yang tertinggi adalah doa yang berisi bisikan-bisikan cinta dari seorang kekasih pada yang dikasihinya. Ini seperti yang kita tangkap dari munajatnya sayyidah Rabiaah al Adawiyah. Ia tak peduli walaupun dijauhkan dari surga dan dijerumuskan ke neraka..karena yang terpenting baginya adalah pengungkapan cintanya pada Sang Rabb..<br /><br />Ilahy..maa aqrabaka minni wamaa ab'adani anka..demikian tertulis dalam munajat syeikh ibn athaillah. Allah begitu dekat dengan kita. Dia mengetahui segala keadaan kita, Dia menunggu kita untuk mendatanginya, kita saja yang terlalu sibuk dengan kegaduhan materialisme hingga tak mendengar jernih panggilanNya. Hanya rahmatNya yang kita harapkan, karena kita sama sekali tak punya sesuatu apapun yang bisa diandalkan...Imam ar-Razi mengatakan dalam pesan doanya: “Bagaimana aku berdoa kepada-Mu sementara aku berbuat maksiat, dan bagaimana aku tidak berdoa kepada-Mu padahal Engkau Maha Pemurah.”ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-17510585414855651062010-01-01T09:11:00.004+08:002010-01-01T15:30:18.812+08:00Me and My SelfEntah mengapa saat bercermin pagi itu tiba2 bayangan di cermin menyapaku..setelah beberapa lama ku terpaku, aku baru sadar ternyata dia adalah sisi lain dari diriku (yang selanjutnya ku sebut my self) Dia membuka percakapan dalam hening..<br />My self :Woy pren..belakangan ko kliatan beda si?<br />Me :Wah msih kliatan jg yah? Padahal aku udh berusaha brsikap sewajarnya loh<br />My self :Kamu bisa boongin yang lain, pi bkn aku. aku kan kamu..kamu kan aku..<br />Me :Yayaya..kmu bnar. kita ini satu, tak ada gunanya trz berpura2 smw baik2 sja..hany sja aku sendri bingung, apa sebenarnya masalahku?<br />My self :Tak mw nengakui bahwa km bermasalah itulah masalah sebenarnya. Owh..c'mon, sdh waktuny kita ini saling terbuka<br />Me :Bwt apa aku crita ke km..apa km bisa jamin bisa bantu mnyelesaikan masalhku?<br />My self :Aku akan brusaha!<br />Me :Aku limbung. Tersesat. Tak tw arah. Tak pny bekal. Tujuan kabur. Rsa percaya diriku pun berada pd titik terendah sepanjang sejarah kehidupanku. Aku baru saja melewati turning point dalam hidupku..yang merubh segalanya..sayangnya aku tak punya peta perjalanan, yang menuntunku pada tujuan akhir. <br />My self :Ayolah kwan..aku tak pernah melihatmu seperti ini, begitu menyedihkan!<br />Me :Aku tak pernah mendapat penolakan. Dan ternyta itu begitu menyakitkan! Tiba2 saja semwa terjadi di luar kendaliku. <br />My self :Kmu tak bole menyerah hny krn penolakan..ingat qt hidup tak sendri. kita berbagi bumi ini dengan milyaran manusia lainnya..masing2 pny keinginan, cita2, harapan, dan semwa ingin mewujudkannya. Nah krn gambaran ideal ttg khidupan masing2 org berbeda itulah terjadi benturan2 yang menggiring kita pada realitas yang mau tak mau harus kita terima.<br />Me :jangan membuat kepalaku semakin pening! Aku hany ingin semwa terjadi seperti yg ku mau..<br />My self :Dasar tak tahu diri! Kau mw jadi tuhan hah??!<br />Me :Jangan berteriak di depanku! Aku benci kmu! <br />My self :Oh maaf, maafkn aku, aku tak bermaksud seperti itu kawan..look, hidup dan nasib bisa tampak begitu berantakan, misterius. Tapi percayalah, semua sudah diatur dengan perhitungan yang seksama. tiap apa yang terjadi, baik pada kita atw siapapun adalah bagian dari desain holistik yang maha sempurna, yang menggiring kita pada tempat dimana seharusnya kita berada. <br />Me :Aku masih tak bisa terima diremehkn org. <br />My Self :Biarkan saja. Memangnya mereka yang memberimu makan tiap hari, hah? Buktikan kalo kmu pantas dibanggakan! Kamu hebat dan kmu bisa melakukan apapun, asal mw bersungguh2. Mereka saja yang terlalu cepat menilai. Bilang saja pada mereka "just wait..and see..! <br />Me :Hahay..kamu benar. Aku sudah berhasil melawati beberapa masa sulit sebelumnya, dan kali pun akan ku buktikan aku mampu melewatinya!<br />My Self :Nah, itu bru diriku yang ku kenal. Tugas mu sekarang adalah mulai membuat peta perjalanan, memperhitungkan semua kemungkinan, mencari kesempatan..dan semangat!<br />Me :Ah, rasanya terlalu berat.<br />My self :Hey, kmu pnya masih pnya tuhan kawan..minta lah petunjuk padaNYA, Dy pasti akan tunjukkan jalanmu<br />Me :Astaghfirullah, aku bru sadar betapa aku telah begitu jauh dariNYA, padahal Dia selalu melimpahkan nikmat dan rahmatNya untukku...<br />My self :Bagus, kamu segera sadar<br />My self :Sembah sujud buatMU ya Rabbni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-26597754246682018292009-11-16T08:02:00.003+08:002009-11-16T08:49:15.097+08:00Bahasa Amburadul<div align="justify"><em>'Dek, aku siram dhisik..'</em> teriakku pada adek sepupuku dari ujung pintu kamar. Kala itu, menjelang waktu ashar. Biasanya kami selalu berangkat bersama ke KM, pi karena ada hajat mendesak aku pamit meninggalkannya. 'Kok lucu sih mbak ngomongnya..' sahutan seorang teman sekamarku -yang ternyata diam-diam memperhatikanku- menghentikan langkah cepatku. Aku dan adekku mengerutkan dahi. 'Iya, masa bwt diri sendiri aja pake bahasa <em>kromo inggil</em>!' dia melanjutkan..Hmmm, bener juga. Siram memang adalah bahasa jawa tingkat tinggi berarti mandi yang biasanya diperuntukkan orarg yang lebih tua. </div><div align="justify">Aku jadi sadar kalau bahasa jawa yang sehari-hari kugunakan ternyata amburadul, melenceng sangat jauh dari pakem yang berlaku. Bahasa yang berlaku di keluargaku adalah modifikasi bahasa jawa, yaitu kolaborasi dari bahasa jawa <em>kromo</em> dan <em>ngoko</em> dengan campuran beberapa kosa kata bahasa indonesia yang sudah diadopsi menjadi bahasa jawa. Secara keseluruhan, bahasa kami terdengar aneh bagi mereka yang 'jawa banget'.</div><div align="justify">Yang paling sulit bagiku adalah ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua atau mereka yang harusnya ku hormati dengan penggunaan bahasa <em>kromo inggil</em> yang baik dan benar. Pfiuuh..sangat menyulitkan! <em>That's why</em>, saat berbicara dengan 'beliau-beliau' itu aku selalu bertutur dengan sangat perlahan. Bukannya sok kalem, pi aku masih butuh waktu sepersekian detik untuk berpikir. Ya, berpikir untuk mentraslit bahasa 'aneh'ku pada bahasa yang baku. Kadang untuk kosa kata yang tak kutemukan padanannya ku gunakan bahasa indonesia. Huh..pasti terdengar semakin aneh saja! Andaikan dinilai sopan, tentu dengan senang hati aku akan menggunakan bahasa indonesia, tapi sayangnya itu tak wajar dikalangan kami. Padahal bahasa Indonesia adalah bahasa yang egaliter, tak ada kasta di dalamnya. Tapi berbahasa jawa dengan baik, tentu member kami poin plus dihadapan lawan bicara kami. </div><div align="justify">Walau kami asli keluarga jawa, pi sssttt...tahukah kalian..nilai bahasa jawaku dulu tak pernah di atas angka 7. Begitu pula teman-teman sekelasku. Minat mempelajari bahasa asing lebih besar dari pada bahasa ibu sendiri. Fakta yang memprihatinkan. Karna itu tak mengherankan kalau ada bahasa-bahasa yang tak bisa bertahan, karena pewarisnya tak mau melestarikannya. </div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-79811123367214739612009-11-12T07:59:00.000+08:002009-11-12T09:44:05.748+08:00Wawancara Imajiner dengan Hadlratussyeikh<div align="justify">Wawancara Imajiner dengan Hadlratussyeikh<br />Oleh: A. Mustofa BisriKetika Gus Dur menulis Wawancara Imajiner tentang Dr. Nurcholish Madjid di majalah Editor, dia memulai dengan ungkapan guyon cerdasnya: “Kalau dulu Christianto Wibisono mewawancarai Bung Karno secara imajiner, tidak berarti hak melakukan wawancara jenis itu menjadi monopolinya. Seandainya ia bisa menunjukkan hak paten tertulis sekalipun, baik dari lembaga domestik ataupun internasional, saya tetap saja dapat melakukan wawancara imajiner tentang Dr. Nurcholish Madjid. Sebabnya? Karena Christianto menjadikan tokoh yang diwawancarai itu sumber berita. Sedang saya hanya sekedar ingin “berkangen-kangenan” secara imajiner dengan tokoh saya. Ungkapan yang sama bisa saya kemukakan sekarang ini untuk mengawali tulisan latah saya ini. Ungkapan saya berkangen-kangenan mungkin kurang tepat, meskipun sekedar imajiner; karenanya saya beri tanda kutip. Soalnya yang kangen hanya saya dan saya tidak menangi tokoh yang saya kangeni itu. Dari apa yang saya dengar tentang Hadlratussyeikh dan rekaman-rekaman buah pikiran beliau yang berhasil saya kumpulkan sampai saat ini, saya memperoleh gambaran yang demikian jelas mengenai Bapak NU ini; sehingga saya merasa seolah-olah saya menangi beliau. Dan ketika saya, baru-baru ini, dihadiahi Kiai Muchit Muzadi copi kitab susunan Sayyid Muhammad Asad Syihab (cetakan Bairut) berjudul “Al’allaamah Muhammad Hasyim Asy’ari Waadli’u Labinati Istiqlaali Indonesia” (Mahakiai Muhammad Hasyim Asy’ari Peletak Batu Pertama Kemerdekaan Indonesia) dan dua kopi khotbah Hadlratussyeikh, kangen saya pun menjadi-jadi. Keinginan untuk melakukan wawancara imajiner dengan beliau pun tak bisa saya empet. Tiba-tiba saja saya sudah berada dalam majlis yang luar biasa itu. Suatu halaqah raksasa yang menebarkan wibawa bukan main mendebarkan. Kalau saja tidak karena senyum-senyum lembut yang memancar dari wajah-wajah jernih sekalian yang hadir, niscaya tak akan tahan saya duduk di majlis ini. Mereka yang duduk berhalaqah dengan anggun di sekeliling saya itu tampak bagaikan sekelompok gunung yang memberikan rasa teduh dan damai. Sehingga rasa ngeri dan gelisah saya berkurang karenanya. Begitu banyak wajah –ratusan atau bahkan ribuan- memancarkan cahaya, menyinari majlis. Ada yang sudah saya kenal secara langsung atau melalui foto dan cerita-cerita, ada yang sebelumnya hanya saya kenal namanya, dan masih banyak lagi yang namanya pun tak saya ketahui. Itu tentu Kiai Abdul Wahab Hasbullah! Wajahnya yang kecil masih tetap berseri-seri menyembunyikan kekuatan yang tak terhingga. Duduk di sampingnya, Kiai Bishri Syansuri, Kiai Raden Asnawi Kudus, Kiai Nawawi Pasuruan, Kiai Ridwan Semarang, Kiai Maksum Lasem, Kiai Nahrowi Malang, Kiai Ndoro Munthah Bangkalan, Kiai Abdul Hamid Faqih Gresik, Kiai Abdul Halim Cirebon, Kiai Ridwan Abdullah, Kiai Mas Alwi, dan Kiai Abdullah Ubaid dari Surabaya. Yang pakai torbus tinggi itu tentu Syeikh Ahmad Ghanaim Al-Misri dan yang di sampingnya itu Syeikh Abdul ‘Alim Ash-Shiddiqi. O, itu Kiai Saleh Darat, Kiai Subeki Parakan, Kiai Abbas Buntet, Kiai Ma’ruf Kediri, Kiai Baidlowi Lasem, Kiai Dalhar Magelang, Kiai Amir Pekalongan, Kiai Mandur Temanggung. Yang asyik berbisik-bisik itu pastilah Kiai Abdul Wahid Hasyim dan Kiai Machfudz Shiddiq, Kiai Dahlan dan Kiai Ilyas. Saya melihat juga Kiai Sulaiman Kurdi Kalimantan, Sayyid Abdullah Gathmyr Palembang, Sayyid Ahmad Al-Habsyi Bogor, Kiai Djunaidi dan Kiai Marzuki Jakarta, Kiai Raden Adnan dan Kiai Masyhud Sala, Kiai Mustain Tuban, Kiai Hambali dan Kiai Abdul Jalil Kudus, Kiai Yasin Banten, Kiai Manab kediri, Kiai Munawir Jogja, Kiai Dimyati Termas, Kiai Cholil Lasem, Kiai Cholil Rembang, Kiai Saleh Tayu, Kiai Machfud Sedan, Kiai Zuhdi Pekalongan, Kiai Maksum Seblak, Kiai Abubakar Palembang, Kiai Dimyati Pemalang, Kiai Fakihuddin Sekarputih, Kiai Abdul Latief Cibeber, Haji Hasan Gipo, Haji Raden Mochtar Banyumas, Kiai Said dan Kiai Anwar Surabaya, Kiai Muhammadun Kajen, Kiai Muhammadun Pondohan, Kiai Siradj Payaman, Kiai Chudlari Tegalrejo, Kiai Abdul Hamid Pasuruan, Kiai Badruddin Honggowongso Salatiga, Kiai Machrus Ali Lirboyo, Kiai, Kiai … Dan di tengah-tengah lautan Kiai dan tokoh NU itu Hadlratussyeikh bersila dengan agung, dengan wajah sareh yang senantiasa tersenyum. Namun, betapa pun jernih wajah-wajah mereka, saya masih melihat sebersit keprihatinan yang getir. Karenanya pertanyaan pertama yang saya ajukan –setelah berhasil mengatasi rasa rendah diri yang luar biasa- adalah: “Hadlratussyeikh, saya lihat Hadlratussyeikh dan sekalian masyayeikh yang ada di sini begitu murung. Bahkan di kedua mata Hadlratussyeikh yang teduh, saya melihat airmata yang menggenang. Apakah dalam keadaan yang damai dan bahagia begini, masih ada sesuatu yang membuat Hadlratussyeikh dan sekalian masyayeikh berprihatin? Apakah gerangan yang diprihatinkan?” Hampir serempak, Hadlratussyeikh dan sekalian masyayeikh tersenyum. Senyum yang sulit saya ketahui maknanya. Tampak Kiai Abdul Wahab Hasbullah sudah akan menjawab pertanyaan saya, tapi buru-buru Hadlratussyeikh memberi isyarat dengan lembut. Ditatapnya saya dengan senyum yang masih tersungging, seolah-olah beliau hendak membantu mengikis kegelisahan saya akibat wibawa yang mengepung dari segala jurusan. Baru kemudian beliau berkata dengan suara lunak namun jelas: “Cucuku, kau benar. Kami semua di sini, Alhamdulillah hidup dalam keadaan damai dan bahagia. Seperti yang kau lihat, kami tak kurang suatu apa. Kalaupun ada yang memprihatinkan kami, itu justru keadaan kalian. Kami selalu mengikuti terus apa yang kamu lakukan dengan dan dalam jam’iyah yang dulu kami dirikan. Kami sebenarnya berharap, setelah kami, jam’iyah ini akan semakin kompak dan kokoh. Semakin berkembang. Semakin bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Semakin mendekati cita-citanya. Untuk itu kami telah meninggali bekal yang cukup. Ilmu yang lumayan, garis yang jelas dan tuntunan yang gamblang.” “Jam’iyah ini dulu kami dirikan untuk mempersatukan ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah dan para pengikutnya; tidak saja dalam rangka memelihara, melestarikan, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, tapi juga bagi khidmah kepada bangsa, negara dan umat manusia.” “Sebenarnya kami sudah bersyukur bahwa khitthah kami telah berhasil dirumuskan secara jelas dan rinci; sehingga generasi yang datang belakangan tidak kehilangan jejak para pendahulunya. Sehingga langkah-langkah perjuangan semakin mantap. Tapi kenapa rumusan itu tidak dipelajari dan dihayati secara cermat untuk diamalkan? Kenapa kemudian malah banyak warga Jam’iyah yang kaget, bahkan seperti lepas kendali? Satu dengan yang lain saling bertengkar dan saling cerca. Tidak cukup sekedar berbeda pendapat (ikhtilaaf), tapi sudah ada yang saling membenci (tabaaghudl), saling mendengki (tahaasud), saling ungkur-ungkuran (tadaabur), bahkan saling memutuskan hubungan (taqaathu’). Padahal mereka, satu dengan yang lain, bersaudara. Sebangsa. Setanahair. Seagama. Seahlissunnahwaljama’ah. Sejam’iyah.” “Laa haula walaa quwwata illa billah…” gumam semua yang hadir serempak, membuat tunduk saya semakin dalam. Dan saya merasakan berpasang-pasang mata menghunjam ke diri saya bagai pisau-pisau yang panas. Sementara Hadlratussyeikh melanjutkan masih dalam nada yang sareh, penuh kebapakan: “Yang pada bertikai itu; sebenarnya masing-masing sedang membela kemuliaan apa? Mempertahankan prinsip Islami apa? Sehingga begitu ringan mereka mengorbankan persaudaraan yang agung?” “Sejak awal saya kan sudah memperingatkan, baik dalam mukaddimah Al-Qaanun Al-Asasi maupun di banyak kesempatan yang lain, akan bahayanya perpecahan dan pentingnya menjaga persatuan. Dengan perpecahan tak ada sesuatu yang bisa dilakukan dengan baik. Sebaliknya dengan persatuan, tantangan yang bagaimana pun beratnya, insya Allah, akan dapat diatasi.” “Perbedaan pendapat mungkin dapat meluaskan wawasan, tapi tabaaghuudl, tahaasud, tadaabur dan taqaathu’ –apapun alasannya- hanya membuahkan kerugian yang besar dan dilarang oleh agama kita.” “Kalau di dalam organisasi, tabaaghudl, tahaasud, tadaabur dan taqaathu’ itu merupakan malapetaka; maka apa pula namanya jika itu terjadi dalam tubuh organisasi ulama dan para pengikutnya?” Hadlratussyeikh menarik napas panjang, diikuti secara serentak oleh ribuan gunung kiai. Suatu tarikan napas yang disusul gemuruh dzikir dalam nada keluhan: Laa haula walaa quwwata illa billah… Saya sedang mengumpulkan keberanian untuk mengatakan kepada Hadlratussyeikh bahwa warga jam’iyah baik-baik saja –kalaupun ada sedikit ketegangan itu wajar, kini sudah membaik- tak ada yang perlu diprihatinkan, ketika tiba-tiba beliau berkata: “Kau tidak perlu menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya. Kami tahu semua. Mungkin keadaan yang sebenarnya tidak separah yang tampak oleh kami, namun yang tampak itu saja sudah cukup membuat kami prihatin. Kami ingin khidmah dan yang dilakukan jam’iyah ini sebanding dengan kebesarannya,” “Lalu apa nasehat Hadlratussyeikh?” Pertanyaan ini meluncur begitu saja tanpa saya sadari. “Nasehatku; lebih mendekatlah kepada Allah. Bacalah lagi lebih cermat Mukaddimah Al-Qaanuun Al Asasi dan Khitthah Jam’iyah. Fahami dan hayati maknanya, lalu amalkan! Dan waspadalah terhadap provokasi kepentingan sesaat ! Itu saja!” Mendengar nasehat singkat itu, tanpa saya sadari, saya melayangkan pandangan ke wajah-wajah jernih berwibawa di sekeliling saya. Semuanya mengangguk lembut seolah-olah meyakinkan saya bahwa nasehat Hadlratussyeikh itu tidaklah sesederhana yang saya duga. “Dan belajarlah berbeda pendapat!” seru sebuah suara yang ternyata suara Kiai Abdul Wahid Hasyim. “Berbeda pendapat dengan saudara adalah wajar. Yang tidak wajar dan sangat kekanak-kanakan adalah jika perbedaan pendapat menyebabkan permusuhan di antara sesama saudara.” Sekali lagi semuanya mengangguk-angguk lembut. Saya tidak bisa dan tidak ingin lagi meneruskan wawancara. Saya hanya menunggu. Ingin lebih banyak lagi mendengar nasehat. Tapi yang saya dengar kemudian adalah ayat Al-Quran yang dibaca dengan khusyuk oleh –masya Allah!- Kiai Abdul Wahab Hasbullah: “Washbir nafsaka ma’alladziena yad’uuna Rabbahum bilghadaati wal ‘asyiyyi yurieduuna wajhaHu walaa ta’du ‘ainaaka ‘anhum turiedu zienatal-hayaatid-dunya walaa tuthi’ man aghfalNaa qalbahu ‘an dzikriNaa wattaba’a hawaahu wakaana amruhu furuthaa.” (“Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan mereka di pagi dan petang hari mengharapkan keridhaanNya dan jangan palingkan kedua matamu dari mereka karena mengharapkan gemerlap kehidupan dunia ini dan jangan ikuti orang yang hatinya telah Kami lailakan dari mengingat Kami dan menuruti hawa nafsunya serta adalah keadaannya melampaui batas.”) Dan dengan berakhirnya bacaan ayat 28 Al-Kahfi itu, saya tak mendengar apa-apa lagi kecuali dzikir dan dzikir yang gemuruhnya serasa hendak mengoyak langit. </div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-31573192740430748042009-11-01T15:18:00.003+08:002009-11-01T16:13:48.960+08:00Allah Tidak Kejam<div align="justify">Beberapa pekan terakhir ini rasa-rasanya dalam tiap tayangan berita di semua stasiun TV atau terbitan media cetak selalu diramaikan dengan kabar bencana alam yang silih berganti terjadi di hampir seluruh penjuru dunia. Di negeri kita saja, yang masih lekat dalam ingatan adalah gempa 7,3 SR di Tasikmalaya, disusul goncangan 7,8 SR di Padang yang dibarengi longsor di beberapa titik, banjir yang ironisnya bersamaan dengan kekeringan di beberapa wilayah lainnya, kebakaran hutan dan banyak peristiwa lainnya yang pastinya cukup banyak menguras air mata kita. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Apakah ini semua pertanda Allah Sang pencipta alam sedang marah? Kebanyakan orang berpikir demikian. Mereka lupa kalau Allah itu maha pengasih. Kasih sayang dan rahmatNya mengalahkan amarahNya. Allah tidak seperti kita yang jika peraturan yang kita buat dilanggar akan marah.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Al Quran menggunakan tiga kata untuk menjelaskan peristiwa yang tidak menyenangkan:</div><div align="justify">Pertama, MUSIBAH, untuk sesuatu yang tidak menyenangkan akibat ulah manusia. Al Quran mengisyaratkan, "tidak disentuh seseorang oleh musibah kecuali karena ulahnya sendiri". </div><div align="justify">Kedua, BALA, berupa sesuatu yang datang langsung dari Tuhan tanpa keterlibatan manusia, kecuali menerimanya. Dengan menurunkan bala, Allah SWT menguji untuk menampakkan kualitas seseorang.<br />Ketiga, FITNAH, yang dalam bahasa Al Quran berarti ujian atau siksaan. Allah SWT berfirman, berhati-hatilah terhadap fitnah (bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang bersalah. Ini berarti bencana itu datang dari perbuatan seseorang atau kelompok, tetapi dampaknya mengenai orang yang tidak bersalah.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Ketiga hal itu hendaknya tidak membuat manusia berburuk sangka, baik terhadap manusia maupun kepada Allah. Mereka yang hanya berpikir tentang ’sekarang ’ dan ’di sini ’ menganggap suatu bencana tidak fair sebab juga mengenai orang yang tidak berdosa. Manusia tidak boleh mempersalahkan Allah karena Dia tidak pernah salah. Jangan pula melemparkan kesalahan kepada orang-orang tertentu tanpa bukti yang jelas. Sebab, boleh jadi justru yang menuduh itu penyebabnya. Yang terpenting adalah introspeksi dan semangat untuk memperbaiki diri.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Allah tidak kejam. Musibah yang terjadi itu mempunyai beberapa arti yang hanya Dia saja yang tahu. </div><div align="justify"><strong>Pertama</strong>, musibah itu memang boleh jadi merupakan hukuman Allah atas pembangkangan yang dilakukan manusia yaitu sebagai peringatan bagi yang bersangkutan agar segera bertobat. Manusia yang masuk dalam golongan musibah tipe ini, bila tidak sempat bertobat, sangat merugi. Karena di dunia dia dihukum, di akhirat pun dia tidak luput menerima hukuman </div><div align="justify"><strong>Kedua</strong>, musibah itu merupakan 'pencucian dosa' atas kesalahan yang dahulu pernah dilakukan. Mereka yang masuk golongan kedua ini adalah orang-orang yang bertakwa, dia sebenarnya 'beruntung'. Karena, musibah itu baginya berfungsi sebagai penebus dosa-dosanya, sehingga dengan demikian kesalahannya itu tidak akan diperhitungkan lagi di akhirat nanti.</div><div align="justify"><strong>Ketiga,</strong> makna musibah ketiga ini, yaitu sebagai ujian kenaikan peringkat di sisi Allah. Hal ini jelas nampak pada diri Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad adalah orang yang paling dicintai Allah, sekaligus orang yang paling berat menerima musibah musibah-Nya.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Kita harus yakin bahwa apa pun musibah yang menimpa diri kita pada hakekatnya adalah baik. Allah tidak marah. Justru Dia sebenarnya ingin menolong agar kita terhindar masuk ke neraka. Bagi orang-orang yang bersalah musibah adalah peringatan, sedangkan bagi orang yang tidak bersalah dan terkena musibah itu, Allah menjadikan dia alat untuk mengingatkan orang lain. Ketika Allah SWT menjadikan seseorang sebagai alat atau sarana, tidak mungkin orang itu disia-siakan. Bencana itu menjadi sarana pelebur dosa dan peningkat derajat baginya. Masalahnya sekarang berpulang kepada kita sendiri. Mampu atau tidak kita menterjemahkan "signal" Allah itu. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Banyak musibah bisa dihindari -atau setidaknya diringankan- apabila setiap orang melakukan introspeksi, kembali kepada Tuhan, mohon ampunan, dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Kalaupun kita jatuh dari lantai 10 sebuah gedung, mudah-mudahan kita jatuh di atas tumpukan jerami.</div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-44401702460043816882009-10-25T20:56:00.003+08:002009-10-25T23:04:45.228+08:00Jihad Terbesar<div align="justify">Beberapa hari terakhir, perasaan saya tak menentu, campur aduk! Tak bisa dibedakan antara rasa manis, pahit, sepah, asem, asin..yang kalau dipikir jadinya kayak rasa rujak gobet! Pasti ada yang tak beres. Saya terus mencari...apa yang salah sebenarnya? Terlalu banyak hal yang kalau diingat bisa bikin napas sesak. Rasanya ada sesuatu dalam diri saya yang ingin memberontak, menagih, mengeluh dan menyalahkan. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Belakangan baru saya sadari kalau 'sesuatu' itu adalah pikiran bawah sadar saya yang bekerja secara otomatis untuk melawan pikiran sadar saya. Dan tak hanya saya, bagi tiap orang musuh terbesar adalah dirinya sendiri. Bukankah Rasulullah seusai peperangan Badr sudah mengingatkan bahwa perang yang terbesar adalah <em>jihad an nafs</em>.? Hati adalah medan pertempuran dan jalan terbaik untuk mengakhiri pertempuran itu adalah berdamai; yap..berdamai dengan diri sendiri.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Berdamai dengan diri sendiri artinya bersyukur. Berusaha memahami setiap keadaan yang ada, mensyukuri kekurangan, tidak menyalahkan orang lain, dan dapat menerima sesuatu yang menimpa diri kita dengan lapang. Kehidupan ini dirangkai dengan peristiwa-peristiwa yang menggelitik emosi seperti frustrasi, depresi, rasa sakit hati, sedih, bahagia dan hal-hal yang tidak dapat diramalkan. Kalau kita mampu berdamai dengan keadaan, berdamai dengan diri sendiri, maka hidup akan terasa lebih ringan.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Saya mendapat pencerahan dari sebuah situs:".. cari lebih dalam apa yang sebenarnya kamu rasakan.. di atas masalah yang kamu hadapi ada masalah di dalam hati kamu yang paling dasar yang belum terselesaikan! Dan kamu memang belum selasai .. Berdamai dengan dirimu lebih baik daripada kamu biarkan dirimu membangun dinding yang lebih kokoh untuk menutupi apa yang belum kamu selesaikan .. Semua sudah diperhitungkan .. dan kamu cukup punya hati yang besar saja untuk menerima hal terburuk sekalipun”</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Kita memang tidak bisa mengatur setiap kejadian yang menimpa kita, tetapi kita bisa kondisikan bagaimana diri kita beradaptasi dengan apapun yang terjadi, kalau kita mau. Berdamai dengan diri sendiri artinya memiliki hati yang lapang, yang dipenuhi kesabaran dan kepasrahan pada Yang Kuasa. Pengendalian emosi, itulah intinya. Emosi yang terkendali menjauhkan diri dari tindakan agresif yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Tak mudah memang, tapi..Huuuphff...sekarang napas saya terasa lebih lega...</div><div align="justify"> </div><div align="justify"> </div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-38722102222151646072009-10-15T12:24:00.002+08:002009-10-15T12:50:36.003+08:00Makna Khaul Bagi Santri<div style="text-align: justify;">Minggu 18 Oktober yang akan datang, kami punya gawe besar: mengadakan pengajian umum dalam rangka khaul guru kami, KH. Muhammad Yahya. Walau acara puncaknya masih 3 hari lagi, namun kesibukan persiapannya sudah terasa sejak beberapa hari ini. Rangkaian acara peringatan khaul ini akan diawali dengan tahlil yang dilaksanakan malam nanti.<br /><br />Masih ada hubungan dengan <a href="http://gading41.blogspot.com/2009/10/kyai-di-mata-santri.html">postingan saya terdahulu</a>, bagi kami kyai adalah seorang yang diberi authoritas dan ditempatkan pada posisi tinggi dalam struktur atau susunan sosial masyarakat, bukan saja terbatas pada masa “sugengnya” saja, tetapi pengakuan itu juga diteruskan sampai pada masa sang kyai itu berada di alam barzah. Ini ditandai oleh apa yang kita kenal dan rasakan dengan upacara khaul.<br /><br />Khaul artinya peringatan ulang tahun meninggalnya seseorang yang dalam praktiknya istilah khaul itu “hanya” dipersembahkan untuk tokoh-tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakatnya dan bukan untuk warga masyarakat umum. Arti penting dari upacara-upacara khaul itu ialah : <span style="font-weight: bold;">pertama</span>, meneguhkan perasaan hormatnya santri dan masyarakat sekitarnya akan peran dari figur kyai yang bersangkutan. Pada konteks ini, terutama bagi santri-santri, menghadiri khaul kyai mereka sama artinya dengan meneguhkan silsilah atau mata rantai keilmuan. Peneguhan itu semakin kentara dalam jamaah tarekat. Arti <span style="font-weight: bold;">kedua</span> dari acara khoul adalah pertemuan alumni. Pada acara temu alumni itu, bukan saja masing-masing alumnus bisa tukar pengalaman dalam kaitannya dengan perjuangannya menyebarkan ilmu di daerahnya masing-masing tetapi juga mempererat hubungan batin antaralumni dan antara alumni dengan badal atau wakil-wakil kyai, yang umumnya adalah putra-putra kyai sendiri atau kerabat dekatnya.<br /><br />Dan arti penting <span style="font-weight: bold;">ketiga</span> dari khaul adalah keteladanan. Pada setiap acara khaul kyai, sebetulnya secara tersirat mengingatkan kembali kepada figur dan prestasi yang disandangnya. Kealiman dan ketakwaan sang kyai tersebut kemudian dijadikan acuan keteladanan bagi generasi-generasi berikutnya. Semoga peringatan khaul Kyai Yahya yang diadakan rutin tiap hari Minggu terakhir bulan syawal ini menjadi momentum bagi kita untuk meneladani dan mer<span style="font-style: italic;">efresh</span> ajaran-ajaran beliau, bukan sekedar upacara simbolik yang kering makna. Amiiin...<br /></div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4425745427597096263.post-35638660922422422042009-10-14T09:49:00.002+08:002009-10-15T12:22:23.965+08:00Kyai di Mata Santri<div style="text-align: justify;">Hubungan antara santri dengan kyai atau gurunya dapat dianalogikan seperti batang pohon dan rantingnya. Ranting itu akan bisa terus hidup, tumbuh memanjang dan akhirnya berbuah selama tak terlepas dari batangnya. Sama dengan santri, yang akan mampu mengaplikasikan dan mengembangkan potensi keilmuannya (baca: mendapat ilmu manfaat) selama dia tetap menjalin hubungan yang baik dengan lembaga tempatnya belajar serta segenap elemennya, bahkan setelah wafatnya sang guru ataupun selepasnya belajar di sana.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Jalinan ini terwujud dalam tradisi 'sowan pada kyai' yang populer di dunia pesantren. Jika memang tidak memungkinkan bersilaturrahmi -karena berbagai alasan- maka doa dianggap cukup mewakili keinginannya untuk tak terpisah dari ' Sang batang pohon'. Namun sesungguhnya, subtansi dari semua itu adalah tekat santri untuk terus mengamalkan ajaran Sang Guru, berjalan pada koridor yang telah beliau tunjukkan, dan memegang teguh norma-norma kebenaran dan adab yang didapatnya dari sang kyai, yang sebelumnya beliau dapat dari gurunya dan demikian seterusnya hingga mata rantai ajaran ini bermuara pada rasulullah saw.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;"> Santri dikenal memiliki loyalitas yang tinggi dan ikatan emosional yang kuat terhadap Sang Guru karena mengharap keberkahan dari ilmu dan ketakwaan beliau. Hubungan antara kyai dengan santri adalah hubungan sosial yang didasarkan dan diikat oleh moralitas keagamaan (religion morality’s tied), bukan oleh upah atas jasa mendidik, atau mengajar kepada santri dalam jumlah waktu yang tidak dibatasi. Seringkali kita dengar kisah santri-santri yang sebenarnya tak begitu bersinar prestasi akademiknya, namun karena keikhlasan dan ketaatan mereka pada kyai mereka mendapat keberkahan ilmu yang sangat didamba siapapun. Kalau 1 + 1 =2 dalam logika kita, maka dengan adanya barakah hasilnya bisa berpuluh bahkan beratus kali lipat. <br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Hal ini dapat dimengerti, mengingat pesantren adalah lembaga edukasi yang tujuan pembelajarannya bukan hanya berorientasi pada transformasi pengetahuan dan keterampilan, namun lebih pada pembentukan karakter. Dalam proses pembentukan karakter ini figur dan prestasi sang kyai lantas menjadi sosok ideal (the ideal type) yang kemudian dijadikan acuan keteladanan bagi santri-santrinya.</div>ni'mah izzah rachiemhttp://www.blogger.com/profile/15461969891073691050noreply@blogger.com0