welcome to my world

Sesamar apapun, jejak kaki kita akan terus menjadi sejarah

Minggu, 21 Juni 2009

Ayah

Ayahku sejak Selasa pekan lalu dirawat di RS gara-gara hipertensinya. Minggu udah baikan dan dibolehin pulang, tapi rabu malam kondisinya drop lagi. Rabu pagi sebenernya ayah udah keliatan lebih fresh dari hari-hari sebelumnya, udah bisa turun dari ranjang bahkan duduk-duduk di ruang keluarga seperti biasanya sambil melihat ulah keponakanku yang selalu tak biasa. Sarapan berlangsung sukses, tapi pas waktu minum obat yang ukurannya segede gambreng, eh tiba-tiba tak bisa tertelan..setelah itu kondisinya terus menurun. Pas dibangunin buat makan siang, kondisinya lemez banget dan sulit berkomunikasi. Karena dalam riwayat medisnya sudah tertera 4 kali serangan stroke, jadi gejala gangguan kesehatan sekecil apapun harus diwaspadai…Waktu konsultasi ke dokter yang ngrawat ayah, dia bilang lebih baik kembali ke RS. Benar saja, waktu dicek , tekanan darahnya sih normal, tapi tak disangka gula darahnya Cuma 12 dari batas normal diatas 100. Agak aneh, karna selama ini ayah ga pernah punya masalah sama gula darah. Setelah beberapa hari dirawat tensi dan gula darahnya berangsur normal, walo belom stabil. Udah bisa diajak komunikasi, responnya udah baik tapi bicaranya masih belom jelas. Menurut penjelasan dokter sarafnya, itu karna ada stroke yang menyerang batang otak yang berhubungan dengan fungsi linguistiknya. Untuk memenuhi asupan kalorinya, dipasang selang di hidung untuk memasukkan susu langsung ke lambungnya, karna ayah sulit menelan bermacam makanan dan minuman sehubungan dengan gangguan di batang otaknya tadi.
Kesian ayahku… dia mw bilang keinginannya tapi kita tak paham apa maksudnya. Ayah tergolek lemah di ranjang, walo sama sekali tak krasan di RS. Memegang tangan lemahnya dan menatap wajahnya yang sedang tidur mataku benar-benar panas. Aku ingat bagaimana ayahku yang penyayang selalu menuruti keinginanku dan sodara-sodaraku, bagaimana dia selalu bertanya berapa nilai ujianku, dan membubuhkan tanda tangannya di raporku dengan senyum terkembang. Ku masih ingat, suatu ketika ayah mengajak kami pergi tanpa memberitahu tujuannya…dengan muka ditekuk, kami pun terpaksa mengikuti ajakannya itu. Kami begitu surpraise setelah beberapa jam perjalanan melintasi gunung kapur yang membosankan kami sampai dihutan yang teduh. Jalan semakin berkelok dan di ujung hutan sana terlihat hamparan pasir putih dengan ombak yang tenang. Itulah pantai sendang biru di Selatan Malang. Ah...terima kasih Ayah!
Tak hanya kali itu, ayah kerap memberi kejutan dengan mewujudkan keinginan kami yang kami sendiri tak sadar mengungkapkannya. Kalo kami inginkan sesuatu, ayah pasti mengingatnya dan jika saatnya sudah memungkinkan dia memberikan apa yang kami inginkan itu. Ayah orang yang disiplin, orang yang selalu on time dan penuh perhatian, walo kadang dia tunjukkan dengan caranya sendiri. Dia pun ramah dan supel dengan semua orang. Menyambung silaturrahmi adalah kegemarannya. Di saat musim kampanye pilpres seperti sekarang ini, bagi kami dialah yang paling pantas menjadi top leader di keluarga kami.
Semoga Allah selalu mengasihi Ayahku sebagaimana dia menyayangi aku. Amin...

Ijtihad Politik

Euforia pilpres benar-benar menyemarakkan berbagai media kita belakangan ini. Baik media cetak ataupun elektronik seakan berlomba menyajikan informasi terkini dan terlengkap seputar pilpres. Mulai mengadakan acara debat resmi, talk show ringan bersama sang capres-cawapres, menampilkan profil kandidat plus visi misinya, dan apapun itu yang bisa menjadi referensi bagi kita untuk menentukan pilihan 8 Juli mendatang. Tak semuanya netral, ada juga beberapa acara yang dibuat untuk menyerang atau mengunggulkan salah satu pasangan kandidat. Kita sebagai konsumen yang harus pandai-pandai menilai.
Pintu informasi sudah terbuka lebar, tapi beberapa kali saya iseng bertanya pada beberapa kawan dan keluarga apakah sudah menentukan pilihan, mayoritas menjawab belum! Mungkin inilah cermin dari rendah kesadaran masyarakat kita akan pentingnya pendidikan politik. Mereka masih menganggap dunia politik itu dunia yang sama sekali berbeda dengan dunia mereka. Mereka tak sadar, menghendaki pemimpin yang berkualitas harus dimulai dari menjadi pemilih yang berkualitas pula. Saya pun awalnya punya pemahaman yang sama seperti mereka, tapi setelah banyak informasi yang saya terima, saya pun menyadari pentingnya pemahaman yang utuh tentang politik, meskipun maaf saja, saya tidak sedikitpun berminat terjun ke politik praktis yang saya rasa sangat tak sesuai untuk saya yang (sok) idealis ini.
Para kandidat pun harus memberi informasi yang benar pada masyarakat, terutama dalam mengiklankan dirinya. Iklan harus faktual dan ‘menjual’, dan karena faktor yang kedua itulah fakta yang disampaikan tak utuh, tapi dipilah dan dipilih yang menguntungkan saja. Semua pasti mengunggulkan diri sendiri dan menjatuhkan lawannya, tapi dari etika dan cara yang dipakai selama kampanye, kita bisa menilai seperti apa para kandidat itu sebenarnya. Ada yang agresif karena selalu menyertakan kecaman pada kandidat lain dalam materi kampanyenya, ada yang defensif karena sebagai incumbent dia sudah merasa di atas angin yang menimbulkan kesan arogan dan membosankan, tapi ada juga yang sportif yang mengaku yakin menjadi yang terbaik tapi jika ternyata kandidat lain yang memenangkan laga ini, dia akan mendukung sepenuhnya sang ‘pemenang’ siapapun itu.
Karena takut salah memilih banyak juga diantara kita yang tidak menggunakan hak pilihnya. Padahal, golput itu haram hukumnya jika kita merujuk pada fatwa MUI. Menurut hemat saya, asalkan kita sudah berusaha mencari informasi tentang siapa yang paling layak dipilih kalaupun ternyata pendapat kita salah, itu bukanlah suatu dosa. Bukankah seorang mujtahid yang berusaha mencari hukum jika pendapatnya benar mendapat 2 pahala dan jika salah tetap mendapat 1 pahala?
Nah, masih ada waktu untuk mengenal lebih dekat sosok ketiga pasangan kandidat capres-cawapres kita ini. Jangan sampai kita memilih orang yang tidak layak memimpin kita..