welcome to my world

Sesamar apapun, jejak kaki kita akan terus menjadi sejarah

Kamis, 02 April 2009

Lagi-lagi Soal Politik

Sejak beberapa bulan terakhir -dan tampaknya akan terus berlajut hingga beberapa pekan ke depan- isu yang paling banyak mendapat porsi pemberitaan di berbagai media adalah isu politik. Tak mau ketinggalan, dalam beberapa diskusi ringan kawan-kawanku pun kerap mengangkat politik sebagai tema utamanya. Kami yang awalnya tidak benar-benar tertarik (atau mungkin benar-benar tak tertarik?) akan dunia politik memulai pembahasan ini dengan menelusuri politik dalam pandangan Islam.
Banyak kalangan seolah mengharamkan politik untuk ditekuni, padahal tak ada ayat yang menjelaskan seperti itu. Mereka memandang politik dalam arti yang terlalu sempit serta cenderung menampilkan politik dalam wajah negatifnya. Seperti keculasan, penindasan, perebutan kekuasaan, pembunuhan, perang dan ceceran darah.
Politik dalam arti sempit dan wajah negatif ini seringkali muncul menjadi icon yang mewakili pengertian kata istilah politik. Padahal ini hanyalah sebuah aliran dan pemahaman subjektif dari Machiavelli yang termasyhur dengan nasihatnya, bahwa seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan.
Tentu saja politik dalam konsep si Machivelli itu bukan sekedar diharamkan dalam syariat Islam, tetapi juga dikutuk. Bahkan turunnya syariat Islam salah satu perannya adalah untuk membasmi konsep politik orang Italia yang banyak diadopsi oleh para diktator itu.
Para Nabi dan Shahabat Adalah Politikus yang Benar
Dijelaskan lebih lanjut oleh Ust. Ahmad Sarwat, jika politik kita kembalikan pada arti dasarnya sebagai sebuah sistem untuk mengatur masyarakat atau negara dengan tujuan demi kemashlahatan umat manusia, maka politik itu suatu hal yang baik.
Bahkan sejak masa awal manusia diturunkan ke muka bumi dengan dikawal oleh para nabi dan rasul, tugas utama syariah adalah mengatur kehidupan masyarakat dan negara. Dan itu adalah politik. Tapi bukan versi Machiavelli, melainkan versi langit alias versi syariah.
Maka bisa kita sebutkan bahwa menjalankan politik yang benar itu bukan hanya boleh, tetapi wajib bahkan menjadi inti tujuan risalah. Untuk mengatur politik-lah para nabi dan rasul diutus ke muka bumi, selain mengajarkan ritual peribadatan.
Diplomasi dengan Penguasa Zalim
Dalam realitasnya, ternyata para nabi dan Rasul pun bukan hidup di dalam hutan jauh dari politik kotor. Justru mereka berhadapan langsung -face to face- dengan para pelaku politik jahat. Bukankah Allah SWT memerintahkan kepada Musa untuk mendatangi Fir''aun?
Pergilah kepada Fir''aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas.(QS. Thaha: 24)
Bahkan Nabi Musa as. sendiri lahir di dalam istana Fir''aun yang sedang aktif berpolitik kotor. Dan Musa ikut masuk dalam gelanggang politik berhadapan dengan Fir''aun, namun membawa konsep politk langit. Maka begitulah, sebagian besar isi Al-Quran yang bercerita tentang Nabi Musa as, lebihbesar porsinya tentang kisah politik Nabi Musa versus Fir''aun.
Datangnya Musa as berdebat dan berdiplomasi langsung ke istana Fir''aun, bukankah itu tindakan politik?
Perang
Selain Musa as., nyaris semua nabi memang menjadi pimpinan politik umatnya. Mereka tidak mengurung diri di dalam mihrab meninggalkan urusan duniawi, melainkan mereka ikut dalam semua aktifitas membangun bangsa. Bahkan tidak sedikit di antara para nabi itu yang wafat dalam perjuangan mereka di kancah politik. Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar.(QS. Ali Imran: 146)
Apakah perang bukan urusan politik?
Mengatur Kekayaan Negara
Nabi Yusuf as. juga seorang politkus yang handal dan sukses menyelamatkan negaranya dari berbagai krisis ekonomi. Bahkan Al-Quran secara nyata mengisahkan bagaimana deal-deal politik Nabi Yusuf as. untuk mengincar jabatan sebagai penguasa masalah logistik negara.
Berkata Yusuf, "Jadikanlah aku bendaharawan negara; sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (QS. Yusuf: 55)
Apakah mengatur logistik dan kekayaan negara bukan urusan politik?
Kesimpulannya, politik dengan tujuan dan cara yang sesuai dengan misi ilahi, tentu saja hukumnya boleh dan bahkan wajib. Sedangkan berpolitik yang tujuan dan caranya bagai si Machiavelli itu, jelas haram bahkan dilaknat.

5 komentar:

  1. DEuh politik emang membingungkan end bikin pusing ya...

    Eh,link kamu udah masuk di blogku loh...

    BalasHapus
  2. thx, sering-sering mampir ya,,
    blog kmu boljug..
    Salam kenal bwt tmn-tmn di kalsel

    BalasHapus
  3. salam kenal. Eh non, saran ajah, kalo komen di blog kawan-kawan linknya pake http://gading41.blogspot.com/ jangan http://gading41.blogger.com/ biar ga jadi broken link. Kan kasian juga kaloyang dikasih komen pas pake do-follow, jadi banyak broken link..
    have a nice blogging

    BalasHapus
  4. Hhhhe iya de, makasi...
    sma sekali ga da maksud nyasarin orang, salah ketik pren!

    BalasHapus