Sejarah singkat
Pada tahun 1366 H/ 1953 M KH. Abd. Rokhim Rohani mulai merintis Pesantren dengan dengan sarana yang sangat sederhana: Sebuah rumah dan surau yang memiliki 3 ruang kecil. Jauh dari kesempurnaan, namun sarat dengan keoptimisan. Generasi pertama Salafiyah berjumlah 17 orang, 9 diantaranya bermukim di pesantren. Sedangkan 8 lainnya tidak bermukim (santri kalong). Materi yang beliau berikan lebih dititikberatkan pada penguasaan gramatikal bahasa arab sebagai instrumen penting dalam memahami kandungan kitab-kitab klasik. Jadwal pembelajaran pun belum tertata secara sistematis, tergantung waktu senggang Kyai. Metode yang digunakan juga bersifat tradisional, yaitu sistem sorogan (lebih fokus pada pengembangan kemampuan perseorangan santri di bawah bimbingan kyai) dan wetonan (santri mendengar dan menyimak kitab yang dibacakan kyai). Belum rampung tugas yang beliau emban, pada 9 Muharram 1397 H/ 1977 M beliau hartus menutup lembaran sejarah perjuangan, menghadap keharibaan Rabb al izzah, meninggalkan 300 santri yang masih membutuhkan bimbingan beliau.
Penerus pada periode kedua adalah KH. Khoiron Khusein. Beliau dikenal produktif dan inovatif dalam pengembangan pendidikan pesantren. Wujud konkritnya ialah dengan mendirikan Madrasah Diniyah (pada tahun 1961 M) yang kemudian pada tahun 1978 M ditambah dengan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) yang pola pendidikannya selain melestarikan unsur-unsur utama pesantren juga memasukkan materi-materi umum dalam muatan kurikulumnya. Di bawah kepemimpinan KH. Khoiron inilah PP. Salafiyah mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu gagasan beliau yang paling menonjol adalah ditugaskannya santri yang telah menyelesaikan jenjang MA untuk mengembangkan ilmu dan mengabdikan dirinya pada masyarakat yang bertempat di beberapa pesantren di Jawa Timur dan Madura. Pada tanggal 8 Jumadi al awal/ 19 desember 1987 PP. Salafiyah harus kembali merelakan kepergian salah satu tokoh kharismatiknya memenuhi panggilan ilahi pada usia 50 tahun.
Regenerasi kepemimpinan kembali terjadi dalam struktur kepengurusan Salafiyah. KH. Harisun Baihaqi AR. menjadi elemen paling esensial dalam pengelolaan Salafiyah periode ke-3. Dengan dibantui KH. Zubair Rasul terus mengembangkan potensi santri disamping mengupayakan pembenahan sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran, diantaranya menambah lokal asrama, kelas dan kamar mandi. Beliau juga membentuk dewan penasehat yang terdiri dari ibu nyai Hj. Khilyah, Ibu nyai Hj. Istiqomah dan ustdz. Hj. Suroyyah.
Sistem Pendidikan
Kurikulum yang berlaku di Madrasah Salafiyah (MID-MTs-MA) adalah kurikulum lokal yang tidak mengikuti kurikulum depag. Namun disediakan pula jenjang program Mts-MA yang berbasis kurikulum diknas bagi santri yang berniat mengikuti ujian nasional. Kegiatan belajar mengajar formal diadakan 6 hari per minggu. MID pada pagi hari mulai pukul 7.30- 11.00 dengan 4 jam pelajaran @ 45 menit. Sedangkan MTs-MA mulai pukul 13.30-16.50 dengan 5 jam pelajaran @ 40 menit. Untuk penilaian hasil belajar, MID melakukan evaluasi dengan sistem cawu, sedangkan MTs-MA menggunakan sistem semester. Untuk pencapaian yang maksimal tiap-tiap kelas yang rata-rata terdiri dari 40-60 siswi membentuk halaqah-halaqah belajar yang terdiri dari 6-8 siswi dengan jam wajib belajar min. 1 jam ba'da isya'.
Materi yang diajarkan di MID lebih menekankan pada pengenalan dan pengkajian berbagai kitab klasik yang membahas fiqh (Mabadi' Fiqhiyah, taqrib, fath al muin), nahwu (awamil, al ajrumiyah, kawakib ad durriyah mutammimah al ajrumiyah), sharaf (amtsilah tasrifiyah, al maufuud, al kailani), tarikh (khulashoh nur al yaqin), tafsir (al jalalain, ash showi), tauhid (Aqidah islamiyah, jawahir kalamiyah, kifayah al awam, ad dasuqi), hadist ( arbain an nawawi, riyadh as sholihin) dan lain sebaginya. Sedangkan MTs-MA merupakan lanjutan dan pemantapan atas materi yang telah dijarkan di MID. Pada jenjang ini mulai dikenalkan pula ilmu tafsir, mustholah hadist, ushul fiqh, balaghah, mantiq, faraid, dan siyasah. Selain itu, untuk pembekalan siswi juga ditambahkan beberapa materi pendukung seperti sosiologi, bahasa inggris, bahasa Indonesia, perbandingan agama, psikologi, PPKN dan ilmu pendidikan.
Kegiatan ekstrakurikuler
Selain kegiatan formal madrasah, jadwal harian para santri juga dipenuhi dengan beragam kegiatan, seperti pengajian rutin yang diasuh para guru, kursus nahwu, bhs. arab, bhs. Inggris dan jurnalistik (bagi yang berminat), tilawah, bahtsu masail (untuk siswi 2 MA) dan forum kader dakwah (pengenalan medan dakwah untuk siswi 3 MA). Ada juga jam'iyah rutin yang dilaksanakan tiap Senin dan Kamis malam.
Sarana penunjang
Pengetahuan santri akan perkembangan dunia luar juga ditunjang dengan adanya koran berlangganan dan media internal santri: El Wardah yang mengelola majalah bulanan dan mading. Perpustakkan pesantren menyediakan cukup banyak literatur yang bisa dijadikan referensi dari berbagai bidang disiplin ilmu, baik karya klasik para ulama, buku-buku yang mengulas isu kontemporer, hingga fiksi islami yang menjadi inspirasi. Koperasi pesantren menyediakan berbagai kebutuhan logistik santri dan alat-alat sekolah.
Tenaga Edukatif
Tenaga Edukatif Madrasah Salafiyah diupayakan langsung serta merupakan tanggungjawab pondok pesantren, baik dalam pengadaan maupun kriteria yang ditentukan sebagai syarat yang harus dipenuhi staf pengajar. Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, tenaga pendidik tidak hanya diambil dari dalam pesantren namun juga dari luar pesantren, disesuaikan dengan bidang mata pelajaran yang diajarkan. Staf pengajar MID berjumlah 45 orang yang keseluruhanyya merupakan alumni PP. Salafiyah dengan jumlah siswi 1336 orang. Sedangkan MTs- MA diasuh oleh 35 guru, dengan perincian 18 orang ustadz dan 17 orang ustadzah. (Data tahun 2006). Adapun kegiatan ekstrakurikuler, diserahkan kepada segenap kelas 3 MA di bawah pengawasan seksi pendidikan.
Stuktur kepengurusan
Kepemimpinan Salafiyah ada dua macam: pusat dan cabang. Pimpinan pusat dijalankan oleh KH. Harisun Baihaqi selaku tokoh sentral dengan dibantu segenap keluarga pengasuh. Sedangkan pimpinan cabang mengurusi hal-hal yang bersifat teknis operasional selama menjadi kewenangan yang dilaksanakan oleh segenap jajaran pengurus (yang dibentuk oleh pimpinan pusat) dan dibantu oleh seksi-seksi dari siswi kelas 3 MA. Menjelang pertengahan tahun ajaran selama persiapan menghadapi EBTA MA tugas-tugas keorganisasian dilimpahkan pada siswi 2 MA.
(Profil singkat ini saya buat karena beberapa kali browsing di google dengan keyword PP. Salafiyah Bangil belum saya temukan profil yang representatif tentang kondisi riil pesantren ini. Di satu situs yang saya kunjungi, ada gambaran PP. Salafiyah era 80-90 an yang tentu kini keadaannya sudah sangat jauh berbeda. Semoga bermanfaat...)