welcome to my world

Sesamar apapun, jejak kaki kita akan terus menjadi sejarah

Sabtu, 09 Januari 2010

Hierarki doa

Bayangkan jika suatu saat seekor anjing ganas mengejar anda. Anda sudah berlari sekuat tenaga, tapi anjing itu masih tetap mengejar. Anda sudah melemparinya dengan apapun yang terjangkau tangan anda, tapi ia masih tetap bertahan. Usaha apa lagi yang kira-kira bisa membebaskan anda dari ancaman hewan bergigi tajam itu? Jawabannya adalah memanggil pemiliknya. Mintalah tolong pada pemilik anjing itu agar ia menjinakkan hewan piaraannya, tentu bukan hal yang sulit baginya. Hanya dengan satu teriakan darinya: 'blackyyy...' masa depan anda segera terselamatkan.

Demikianlah seorang syaikh yang mulia dari madinah memberikan ilustrasi tantang pentingnya doa. Seringkali kita dihadapkan pada keadaan sulit yang sama sekali kita tak punya kuasa untuk mengendalikannya. Tak ada yang bisa kita lakukan kecuali 'memanggil' dan meminta pertolongan pada 'Sang pemilik masalah'. Tak ada yang sulit baginya, karena jika Allah yang memberi kita kesulitan maka hanya Dialah yang bisa menyelesaikannya. "Wa in yamsaska_llahu bi dhurrin falaa kaasyifa lahu illa huwa wa in yuridka bi khairin falaa ra_dda li fadhlihi".

Doa merupakan kekuatan dan energi yang tiada tara karena ia terhubung dengan Dzat Yang Maha Kuasa. Doa bagi seorang mukmin adalah senjata (silah) karena tidak ada perlindungan dan daya kecuali dari Allah. Doa yang benar akan membawa keteguhan istiqamah dalam prinsip hidup dan dengan doa seseorang akan memiliki sikap optimis, karena doa pada hakikatnya merupakan rintihan dan curhat hamba kepada al-Khaliq sebagai pemilik segala kekuatan dengan harapan curahan pertolongan.

Doa itupun bertingkat-tingkat, sesuai dengan tingkat kesadaran spritual seseorang.
1. Yang paling rendah adalah doa kita, orang awam yang biasanya hanya berupa rangkaian perintah kepada Allah. doa ini sangat bersifat egosentris...meminta terwujudnya harapan dan terlindung dari hal-hal yang ditakuti. Tak ada yang salah dengan doa ini, hanya saja kurang ta'addub . Belajar dari doa nabi Ibrahim ketika meminta kesembuha beliau berkata "Wa idza maridhtu fahuwa yasyfiin" bukan berkata "isyfinii" dengan menggunakan kalimat amar.
2. Selanjutnya, saat kematangan seseorang makin meningkat, dia mulai sadar akan adanya kehidupan yang abadi kelak. Doanya mulai berkisar seputar ganjaran (surga) dan hukuman (neraka).
3. Tingkatan selanjutnya diisi dengan doa meminta keridhaan Allah dan selamat dari murkaNya.
4. Doa yang berisi pengakuan dan pengaduan seorang hamba dihadapan Tuhannya.
5. Yang tertinggi adalah doa yang berisi bisikan-bisikan cinta dari seorang kekasih pada yang dikasihinya. Ini seperti yang kita tangkap dari munajatnya sayyidah Rabiaah al Adawiyah. Ia tak peduli walaupun dijauhkan dari surga dan dijerumuskan ke neraka..karena yang terpenting baginya adalah pengungkapan cintanya pada Sang Rabb..

Ilahy..maa aqrabaka minni wamaa ab'adani anka..demikian tertulis dalam munajat syeikh ibn athaillah. Allah begitu dekat dengan kita. Dia mengetahui segala keadaan kita, Dia menunggu kita untuk mendatanginya, kita saja yang terlalu sibuk dengan kegaduhan materialisme hingga tak mendengar jernih panggilanNya. Hanya rahmatNya yang kita harapkan, karena kita sama sekali tak punya sesuatu apapun yang bisa diandalkan...Imam ar-Razi mengatakan dalam pesan doanya: “Bagaimana aku berdoa kepada-Mu sementara aku berbuat maksiat, dan bagaimana aku tidak berdoa kepada-Mu padahal Engkau Maha Pemurah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar