Beberapa pekan terakhir ini rasa-rasanya dalam tiap tayangan berita di semua stasiun TV atau terbitan media cetak selalu diramaikan dengan kabar bencana alam yang silih berganti terjadi di hampir seluruh penjuru dunia. Di negeri kita saja, yang masih lekat dalam ingatan adalah gempa 7,3 SR di Tasikmalaya, disusul goncangan 7,8 SR di Padang yang dibarengi longsor di beberapa titik, banjir yang ironisnya bersamaan dengan kekeringan di beberapa wilayah lainnya, kebakaran hutan dan banyak peristiwa lainnya yang pastinya cukup banyak menguras air mata kita.
Apakah ini semua pertanda Allah Sang pencipta alam sedang marah? Kebanyakan orang berpikir demikian. Mereka lupa kalau Allah itu maha pengasih. Kasih sayang dan rahmatNya mengalahkan amarahNya. Allah tidak seperti kita yang jika peraturan yang kita buat dilanggar akan marah.
Al Quran menggunakan tiga kata untuk menjelaskan peristiwa yang tidak menyenangkan:
Pertama, MUSIBAH, untuk sesuatu yang tidak menyenangkan akibat ulah manusia. Al Quran mengisyaratkan, "tidak disentuh seseorang oleh musibah kecuali karena ulahnya sendiri".
Kedua, BALA, berupa sesuatu yang datang langsung dari Tuhan tanpa keterlibatan manusia, kecuali menerimanya. Dengan menurunkan bala, Allah SWT menguji untuk menampakkan kualitas seseorang.
Ketiga, FITNAH, yang dalam bahasa Al Quran berarti ujian atau siksaan. Allah SWT berfirman, berhati-hatilah terhadap fitnah (bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang bersalah. Ini berarti bencana itu datang dari perbuatan seseorang atau kelompok, tetapi dampaknya mengenai orang yang tidak bersalah.
Ketiga, FITNAH, yang dalam bahasa Al Quran berarti ujian atau siksaan. Allah SWT berfirman, berhati-hatilah terhadap fitnah (bencana) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang bersalah. Ini berarti bencana itu datang dari perbuatan seseorang atau kelompok, tetapi dampaknya mengenai orang yang tidak bersalah.
Ketiga hal itu hendaknya tidak membuat manusia berburuk sangka, baik terhadap manusia maupun kepada Allah. Mereka yang hanya berpikir tentang ’sekarang ’ dan ’di sini ’ menganggap suatu bencana tidak fair sebab juga mengenai orang yang tidak berdosa. Manusia tidak boleh mempersalahkan Allah karena Dia tidak pernah salah. Jangan pula melemparkan kesalahan kepada orang-orang tertentu tanpa bukti yang jelas. Sebab, boleh jadi justru yang menuduh itu penyebabnya. Yang terpenting adalah introspeksi dan semangat untuk memperbaiki diri.
Allah tidak kejam. Musibah yang terjadi itu mempunyai beberapa arti yang hanya Dia saja yang tahu.
Pertama, musibah itu memang boleh jadi merupakan hukuman Allah atas pembangkangan yang dilakukan manusia yaitu sebagai peringatan bagi yang bersangkutan agar segera bertobat. Manusia yang masuk dalam golongan musibah tipe ini, bila tidak sempat bertobat, sangat merugi. Karena di dunia dia dihukum, di akhirat pun dia tidak luput menerima hukuman
Kedua, musibah itu merupakan 'pencucian dosa' atas kesalahan yang dahulu pernah dilakukan. Mereka yang masuk golongan kedua ini adalah orang-orang yang bertakwa, dia sebenarnya 'beruntung'. Karena, musibah itu baginya berfungsi sebagai penebus dosa-dosanya, sehingga dengan demikian kesalahannya itu tidak akan diperhitungkan lagi di akhirat nanti.
Ketiga, makna musibah ketiga ini, yaitu sebagai ujian kenaikan peringkat di sisi Allah. Hal ini jelas nampak pada diri Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad adalah orang yang paling dicintai Allah, sekaligus orang yang paling berat menerima musibah musibah-Nya.
Kita harus yakin bahwa apa pun musibah yang menimpa diri kita pada hakekatnya adalah baik. Allah tidak marah. Justru Dia sebenarnya ingin menolong agar kita terhindar masuk ke neraka. Bagi orang-orang yang bersalah musibah adalah peringatan, sedangkan bagi orang yang tidak bersalah dan terkena musibah itu, Allah menjadikan dia alat untuk mengingatkan orang lain. Ketika Allah SWT menjadikan seseorang sebagai alat atau sarana, tidak mungkin orang itu disia-siakan. Bencana itu menjadi sarana pelebur dosa dan peningkat derajat baginya. Masalahnya sekarang berpulang kepada kita sendiri. Mampu atau tidak kita menterjemahkan "signal" Allah itu.
Banyak musibah bisa dihindari -atau setidaknya diringankan- apabila setiap orang melakukan introspeksi, kembali kepada Tuhan, mohon ampunan, dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Kalaupun kita jatuh dari lantai 10 sebuah gedung, mudah-mudahan kita jatuh di atas tumpukan jerami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar